JAKARTA, KOMPAS — Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri menerima pengajuan kerja sama dari 50 hingga 60 penyedia layanan teknologi finansial. Pengajuan kerja sama itu terkait penerapan verifikasi pengenalan nasabah secara elektronik dengan validasi data tunggal kependudukan.
Ditjen Dukcapil Kemendagri menyeleksi penyedia layanan tekfin secara ketat. Pengecekan dilakukan atas legalitas penyedia, kelengkapan administrasi, dan perkembangan operasional usaha. Ditjen Dukcapil Kemendagri juga berkoordinasi dengan regulator di industri jasa keuangan, seperti Otoritas Jasa Keuangan.
Sejauh ini, dua lembaga penyedia layanan tekfin yang pengajuan kerja samanya diterima Ditjen Dukcapil, yakni DOKU dan DANA.
”Kami terus mengembangkan tradisi verifikasi pengenalan identitas nasabah dengan menggunakan data tunggal kependudukan di semua lini layanan publik. Tradisi baru yang sedang kami bangun memakai data biometrik, seperti pengenalan wajah dan sidik jari. Sebelumnya, verifikasi pakai nomor identitas kependudukan (NIK),” ujar Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh, Jumat (11/1/2019), di Jakarta.
Untuk merealisasikan ambisi itu, proses rekaman kartu tanda penduduk (KTP) elektronik harus cepat. Hingga kini, Ditjen Dukcapil mengklaim telah ada 187 juta penduduk yang memiliki KTP-el, sedangkan sekitar 5 juta orang belum memilikinya. Dengan menggunakan data biometrik, akurasi verifikasi diyakini mendekati 100 persen.
Kemarin, Ditjen Dukcapil menandatangani kerja sama dengan DOKU. Melalui kerja sama ini, DOKU dapat memanfaatkan data kependudukan untuk meningkatkan akurasi dalam proses verifikasi identitas nasabah.
Vice President Operations and Risk DOKU Sugiharto menjelaskan, calon nasabah DOKU Electronic Wallet akan diverifikasi, mulai dari NIK hingga data biometriknya, seperti wajah.
Selama ini, DOKU menerapkan verifikasi pengenalan nasabah secara elektronik berlapis, hingga menggabungkan teknologi kecerdasan buatan, yang membutuhkan waktu 3-5 menit. Jika terhubung dengan sistem Ditjen Dukcapil, proses verifikasi bisa lebih singkat, yakni kurang dari satu menit.
Direktur Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Ajisatria Suleiman menceritakan, permasalahan utama gangguan layanan yang dihadapi pelaku industri tekfin adalah mengetahui kebenaran identitas nasabah.
Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung mengungkapkan, verifikasi akun pelanggan dan mitra penjual penyedia platform layanan perdagangan secara elektronik atau e-dagang biasanya cukup menggunakan surat elektronik (surel). Jadi, sebelumnya, baik pelanggan maupun mitra penjual diminta mengisi formulir identitas secara elektronik yang salah satunya wajib menyertakan alamat surel.
”Di lingkup e-dagang, ada beberapa kasus penipuan transaksi yang melibatkan mitra penjual dan pembeli. Urgensi implementasi mengenal konsumen secara elektronik yang tervalidasi data tunggal kependudukan adalah melindungi konsumen dari kasus seperti itu,” ujarnya.
Ignatius berpendapat, implementasi mengenal konsumen secara elektronik yang tervalidasi data kependudukan bagi pelaku industri e-dagang bersifat perlu, bukan mandat wajib. Ketika penerapan bersifat mandat wajib, ada sejumlah risiko penting yang patut diantisipasi.
”Sistem transaksi e-dagang akan semakin kompleks. Ada potensi risiko kebocoran data karena setiap kali muncul permintaan transfer atau sinkronisasi informasi,” katanya.
Menurut Ignatius, pemerintah sempat berencana mengatur implementasi mengenal konsumen secara elektronik yang tervalidasi data tunggal kependudukan bagi industri e-dagang. Namun, hingga sekarang, rencana itu belum pasti waktu realisasinya.