Lima partai politik yang semula tergabung dalam Kelompok Demokrasi Pembangunan berfusi dalam satu wadah yang bernama Partai Demokrasi Indonesia. Partai baru itu lahir dalam Majelis Permusyawaratan Kelompok Pusat di Sekretariat Partai Nasional Indonesia di Jalan Salemba Raya Nomor 73, Jakarta.
Kesepakatan dibuat pada Rabu 10 Januari menjelang tengah malam. Selanjutnya dibuat deklarasi pembentukan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang ditandatangani oleh pemimpin pucuk kelima partai yang berfusi.
Kelima partai itu adalah Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Katolik, Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Partai Murba), dan Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI).
Pada Jumat, 12 Januari 1973 malam, sebanyak 16 wakil kelima partai yang berfusi berkumpul di rumah Mh Isnaeni. Pada Sabtu sekitar pukul 01.20 disepakati susunan pemimpin inti PDI. Unsur pimpinan itu terdiri dari 25 anggota majelis pimpinan pusat (MPP) dan 11 anggota dewan pimpinan pusat (DPP).
Mh Isnaeni disepakati menjadi ketua umum DPP yang dibantu lima ketua. Adapun koordinator sekretaris jenderal dijabat Sabam Sirait yang dibantu empat sekjen.
Fusi kelima partai itu tidak terlepas dari permintaan Presiden Soeharto yang disampaikan pada Senin, 19 Juli 1971, untuk menyederhanakan sistem kepartaian. Pemilu 1971 diikuti 10 partai politik, yang dianggap terlalu banyak.
Dalam pemilu yang diikuti 10 partai politik itu, Golkar meraih suara terbanyak dengan mendapatkan 227 kursi, disusul Nahdlatul Ulama 58 kursi, Partai Muslimin Indonesia 24 kursi, PNI 20 kursi, Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) 10 kursi, dan Partai Kristen Indonesia (Parkindo) 7 kursi. Selanjutnya, Partai Katolik memperoleh 3 kursi, Perti mendapatkan 2 kursi, sedangkan Partai Murba dan IPKI tidak mendapatkan kursi satu pun.
Fusi sebelumnya dilakukan oleh empat partai politik Islam, yakni Nahdlatul Ulama, Parmusi, PSII, dan Perti pada 5 Januari 1973. (THY)