JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mulai menggarap potensi penerimaan perpajakan dari sektor ekonomi digital. Pedagang dan penyedia jasa yang berjualan di platform e-dagang akan dikenai Pajak Penghasilan (PPh) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mulai 1 April 2019.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, Sabtu (12/1/2019) di Jakarta, berpendapat, sektor ekonomi digital yang berkembang cukup pesat membuka potensi penerimaan pajak.
Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210 Tahun 2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik. PMK yang diundangkan pada 31 Desember 2018 itu baru dirilis pemerintah pada Jumat (11/1/2019) sore.
Secara umum, PMK tentang transaksi e-dagang mengatur tata cara dan prosedur pemungutan pajak untuk mempermudah administrasi dan mendorong kepatuhan pelaku e-dagang demi menciptakan keadilan dengan pelaku usaha konvensional. Oleh karena itu, tak ada jenis atau tarif pajak baru bagi pelaku e-dagang.
Pedagang dan penyedia jasa yang berjualan di platform e-dagang wajib membayar PPh final 0,5 persen dari omzet. PPh final dikenakan kepada pedagang dan penyedia jasa yang omzet penjualannya di bawah Rp 4,8 miliar dalam setahun. Mereka yang omzetnya lebih tinggi membayar PPN sebesar 10 persen.
Pedagang dan penyedia jasa juga wajib membuat faktur pajak sebagai bukti pembayaran PPh dan melaporkan surat pemberitahuan masa PPN melalui penyedia platform e-dagang. Rekapitulasi seluruh transaksi e-dagang akan dilaporkan penyedia platform e-dagang ke Direktorat Jenderal Pajak.
Penyedia platform e-dagang tidak memungut PPh dan PPN dari pelapak. Mereka hanya diminta untuk mewajibkan seluruh pelapak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan melaporkan rekapitulasi transaksi. Beberapa penyedia platform e-dagang yang ada di Indonesia antara lain Tokopedia, Bukalapak, Blibli.com, Lazada, Elevania, Shopee, dan Zalora.
Pemerintah kini mewajibkan seluruh pedagang, penyedia jasa, dan penyedia platform e-dagang memiliki NPWP.
Pemerintah kini mewajibkan seluruh pedagang, penyedia jasa, dan penyedia platform e-dagang memiliki NPWP.
Terkait dengan kepabeanan, barang impor yang memiliki freeonboard (FOB) sampai dengan 1.500 dollar AS akan dikenai ketentuan perpajakan berdasarkan PMK. Sementara itu, pajak barang impor dengan FOB di atas 1.500 dollar AS diatur dalam undang-undang mengenai impor barang kiriman.
Terkait dengan potensi penerimaan pajak, dari hasil penelitian CITA, diketahui bahwa untuk PPh final bisa mencapai Rp 342 miliar dengan asumsi nilai transaksi pada tiga penyedia platform e-dagang Rp 68,4 triliun tahun 2017.
”Potensi penerimaan belum dari PPN karena lebih sulit dipilah. Kendati potensi belum signifikan dibandingkan target penerimaan tahun ini yang mencapai Rp 2.000 triliun, tetapi spektrum bisa sangat luas,” kata Yustinus, Sabtu.
Penyedia platform e-dagang menjadi tulang punggung keberhasilan implementasi. Sebab, mereka yang bertugas memastikan pedagang atau penyedia jasa memiliki NPWP sebelum mendaftar untuk berjualan. Sosialisasi, koordinasi, dan pengawasan harus dilakukan tepat sasaran agar potensi penerimaan tergarap optimal.
Penerimaan2019
Pemerintah menetapkan target pendapatan Rp 2.165,1 triliun di APBN 2019, yang terdiri dari penerimaan pajak Rp 1.786,4 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 378,3 triliun, dan hibah sekitar Rp 400 miliar.
Menurut Yustinus, perlu ada konsekuensi penalti yang ditanggung penyedia platform e-dagang jika lalai menjalankan kewajibannya. Ini karena mereka tidak hanya bertugas menerima NPWP dan melaporkan rekapitulasi transaksi, tetapi juga bisa masuk kategori pengusaha kena pajak. Sosialisasi dan edukasi mesti maksimal sejak saat ini sampai April nanti.
”Tujuannya agar diperoleh pemahaman yang baik, tidak menimbulkan gejolak, dan tidak kontradiktif karena distorsi informasi,” ujar Yustinus.
Menanggapi strategi penerimaan tahun 2019, Sri Mulyani menuturkan, realisasi penerimaan perpajakan tahun 2018 masih shortfall sehingga untuk mencapai target tahun ini dibutuhkan pertumbuhan penerimaan perpajakan 20 persen. Pada 2018, pertumbuhan total penerimaan negara sebesar 16 persen, dengan PPh tumbuh 15 persen dan PPN mendekati 12 persen.
Strategi pengumpulan pajak menitikberatkan pada optimalisasi tata kelola dan data wajib pajak serta berkoordinasi dengan dunia usaha bahwa penarikan pajak akan dibarengi dengan pemberian insentif sehingga ruang peningkatan usaha masih ada. Pemerintah berkomitmen mengumpulkan pajak secara hati-hati dan tidak mengganggu pertumbuhan dalam negeri.
”Dalam pengumpulan penerimaan pajak, kita tidak ingin membuat suasana ekonomi mengalami tekanan,” ujar Sri Mulyani.