Walhi Ajukan Surat Keberatan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan
JAKARTA, KOMPAS — Wahana Lingkungan Hidup Indonesia mengirimkan surat pernyataan keberatan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan. Surat ini dilayangkan lantaran Susi Pudjiastuti selaku Menteri Kelautan dan Perikanan tidak menanggapi surat permohonan informasi publik terkait izin lokasi reklamasi Teluk Benoa yang baru hingga batas waktu 10 hari kerja.
Surat tersebut diterima pada 9 Januari 2019 oleh staf di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Pada surat tertanggal 8 Januari 2019 tersebut, Direktur Eksekutif Nasional Walhi Nur Hidayati tetap meminta KKP memberikan informasi berupa hardcopy terkait izin tersebut.
Nur Hidayati mengatakan, surat pernyataan keberatan diajukan Walhi kepada KKP karena informasi terkait perizinan yang dikeluarkan pemerintah seharusnya mudah diakses oleh masyarakat. Hal ini guna memastikan terpenuhinya hak masyarakat untuk berperan serta dalam proses pembuatan kebijakan.
”Walhi mengajukan keberatan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan atas tidak dipenuhinya permintaan informasi publik yang telah diajukan Walhi sesuai dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi. Di era keterbukaan informasi saat ini, informasi terkait perizinan yang dikeluarkan oleh pemerintah seharusnya bisa dengan mudah diakses oleh masyarakat guna memastikan terpenuhinya hak masyarakat untuk berperan serta dalam proses pembuatan kebijakan,” ujarnya dalam siaran pers, Sabtu (12/1/2019).
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Walhi Bali I Made Juli Untung Pratama menyatakan, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, setelah secara diam-diam menerbitkan izin lokasi reklamasi Teluk Benoa, kini kembali mengabaikan permohonan informasi publik terkait izin lokasi reklamasi Teluk Benoa yang baru.
”Saya heran dengan sikap Susi Pudjiastuti yang tidak menanggapi informasi publik Walhi nasional terkait izin lokasi reklamasi Teluk Benoa yang baru. Setelah diam-diam menerbitkan izin lokasi reklamasi Teluk Benoa, sekarang dia mencoba menghambat Walhi untuk mendapatkan salinan izin lokasi yang dia keluarkan secara diam-diam dengan tidak menanggapi surat permohonan informasi publik yang dikirim Walhi,” lanjutnya.
Hal senada disampaikan anggota Dewan Nasional Walhi, I Wayan Gendo Suardana. Gendo bahkan mempertanyakan sikap Kementerian Kelautan dan Perikanan, khususnya Susi Pudjiastuti, yang menurut dia menghambat rakyat mendapatkan informasi terkait perizinan reklamasi Teluk Benoa yang sepatutnya dibuka karena hal tersebut memang dokumen terbuka.
”Apa susahnya Menteri Susi memberikan salinan izin lokasi dan dokumen pendukung kepada Walhi? Ada apa dengan Susi? Kenapa dia begitu lambat memberikan masyarakat salinan informasi yang diminta? Kenapa dia tidak takut digugat rakyat, sedangkan sebelumnya dalam soal pemberian izin lokasi, di media dia beralasan takut digugat investor kalau tidak terbitkan izin lokasi?” tanya Gendo.
Gendo yang sekaligus Koordinator ForBALI mengecam sikap Susi Pudjiastuti. ”Walhi hanya meminta salinan surat dan informasi pendukungnya. Mengapa urusan seperti ini menjadi begitu rumit? Saya mengecam sikap Susi dan mendukung penuh Walhi untuk terus menuntut hak hukumnya atas informasi mengenai perizinan reklamasi Teluk Benoa yang diterbitkan Menteri Susi. Dokumen ini harus dibuka kepada publik!” tuturnya.
Izin lokasi reklamasi
Terkait dengan izin lokasi ini, sebelumnya beredar informasi, KKP menerbitkan izin reklamasi Teluk Benoa. Namun, dalam siaran pers, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi memastikan bahwa KKP belum pernah menerbitkan izin pelaksanaan reklamasi dimaksud.
”Ini hal yang keliru. KKP tidak memberi izin reklamasi di Teluk Benoa, melainkan izin lokasi reklamasi. Penerbitan izin lokasi dilakukan untuk menilai kesesuaian rencana tata ruang dengan rencana kegiatan,” kata Brahmantya.
Hal tersebut merespons permohonan izin lokasi reklamasi yang disampaikan PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI). Pemohon telah melengkapi persyaratan izin, termasuk membayar PNBP sebesar Rp 13,076 miliar yang disetor ke kas negara.
Brahmantya menyebutkan, izin lokasi reklamasi Teluk Benoa yang diterbitkan KKP pada 29 November 2018 tersebut telah sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dan Surat Edaran MKP Nomor 543/MEN-KP/VIII/2018 tentang Proses Pelayanan Perizinan Sektor Kelautan dan Perikanan.
Permohonan PT TWBI ini juga telah sesuai dengan alokasi tata ruang dalam Perpres Nomor 45 Tahun 2011 sebagaimana diubah dengan Perpres Nomor 51 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan.
KKP tidak memberi izin reklamasi di Teluk Benoa, melainkan izin lokasi reklamasi. Penerbitan izin lokasi dilakukan untuk menilai kesesuaian rencana tata ruang dengan rencana kegiatan.
Brahmantya menjelaskan, dengan diterbitkannya izin lokasi, bukan berarti kegiatan reklamasi dapat langsung dilakukan. ”Izin lokasi yang KKP berikan bukan berarti membuat reklamasi serta-merta dapat dijalankan. Untuk dapat melaksanakan kegiatan reklamasi, perusahaan harus mendapatkan izin lingkungan dan izin pelaksanaan reklamasi terlebih dahulu,” ucap Brahmantya.
Menurut dia, kelayakan lingkungan, kelayakan teknis, dan kelayakan sosial/budaya suatu kegiatan reklamasi akan diuji dalam dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Selain kajian sosial, budaya, ekonomi, dan lingkungan, dokumen amdal mensyaratkan rencana kegiatan tersebut harus sesuai dengan rencana tata ruang, dalam hal ini dibuktikan dengan izin lokasi reklamasi.
Jika amdal dinyatakan layak (layak lingkungan, layak teknis, layak dari sisi sosial budaya, dan sesuai dengan alokasi rencana tata ruang), akan diterbitkan izin lingkungan. Izin lingkungan selanjutnya akan menjadi salah satu syarat pengajuan izin pelaksanaan reklamasi kepada KKP.
”Jadi, kami bukan memberi izin pelaksanaan reklamasi, hanya izin lokasi karena perizinan pelaksanaan. KKP akan kembali menilai kelayakan teknis konstruksi yang lebih detil, termasuk aspek keamanan terhadap lingkungan dalam proses penerbitan izin pelaksanaan reklamasi,” paparnya.
Berdasarkan tata ruang
Masih dalam siaran pers KKP, Susi Pudjiastuti juga memberikan klarifikasi. Menurut dia, izin yang dikeluarkannya itu dibuat berdasarkan tata ruang yang ada. Izin tersebut merupakan persyaratan dasar permohonan pembuatan amdal di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Setelah amdal selesai dengan baik, barulah izin pelaksanaan reklamasi dapat diajukan kembali ke KKP.
”Jadi, semua ini merupakan bagian dari proses perizinan. Saya berharap, tak muncul berbagai spekulasi yang tidak perlu,” ucapnya.