JAKARTA, KOMPAS – Bisnis pembiayaan berbasis syariah pada Januari-November 2018 lesu. Tren itu diperkirakan akan terus berlanjut hingga tahun ini. Beberapa penyebabnya adalah sejumlah perusahaan pembiayaan syariah sedang memperbaiki kualitas pembiayaan dan ada unit-unit usaha syariah yang cenderung menahan pertumbuhan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, pendapatan sektor pembiayaan industri jasa keuangan syariah per November 2018 turun bila dibandingkan dengan periode yang sama di 2017. Pendapatan sektor pembiayaan syariah per November 2018 senilai total Rp 6,67 triliun. Jumlah itu lebih rendah bila dibandingkan jumlah pendapatan di November 2017 yang sebesar Rp 8,42 triliun.
Sejak Januari hingga November 2018, nilai piutang pembiayaan syariah terus menurun. Data terakhir menunjukkan piutang pembiayaan sebesar Rp 20,01 triliun atau lebih rendah dibandingkan periode yang sama di 2017 yang sebesar Rp 29,77 triliun.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno, kepada Kompas, Minggu (13/1/2019), mengatakan, kondisi itu dipicu oleh tiga lembaga pembiayaan syariah yang sedang membenahi kualitas piutang. Ketiga perusahaan itu adalah PT Amanah Finance, PT Al Ijarah Indonesia Finance, dan PT Citra Tirta Mulia (CitiFin).
“Ketiga lembaga pembiayaan itu sedang berkonsolidasi internal terkait kegiatan bisnis syariah mereka. Hal itu berkaitan dengan pembenahan kualitas piutang pembiayaan,” kata Suwandi.
Selain itu, ada 40 Unit Usaha Syariah (UUS) dari perusahaan pembiayaan konvensional yang cenderung menahan pertumbuhan usaha syariah 2018. Hal ini berkaitan dengan adanya Peraturan OJK Nomor 35/POJK.05/2018 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan.
Dalam aturan itu disebutkan, UUS yang berada dalam naungan perusahaan pembiayaan konvensional harus menjadi badan usaha baru (spin off). Walau belum diberlakukan, adanya sosialisasi itu turut berdampak pada langkah perusahaan yang cenderung menunggu kejelasan peraturan.
“Walau belum pasti, perusahaan pasti menimbang kemungkinan biaya untuk membuat badan usaha baru, setor permodalan baru, harus punya kantor dan karyawan baru. Hal ini bisa meningkatkan biaya operasional dua kali lipat,” kata Suwandi.
Kepala Departemen Pengawasan Industi Keuangan Non Bank II B OJK, Bambang Budiawan, mengatakan tahun ini akan fokus pada realisasi Peraturan OJK Nomor 35/POJK.05/2018. Pertumbuhan pembiayaan syariah tahun ini ia targetkan sekitar 7 persen-9 persen. Angka ini relatif tidak berubah bila dibandingkan 2018.
“Saya optimis ada pertumbuhan walau tidak signifikan di tahun ini. Di satu sisi, Segmentasi syariah tetap menjadi daya tarik bagi tersendiri bagi sejumlah warga. Tidak ada program yang baru, tetapi seluruh kegiatan di tahun sebelumnya akan lebih didorong,” kata Bambang.
Pertumbuhan pembiayaan syariah tahun ini ditargetkan sekitar 7 persen-9 persen. Angka ini relatif tidak berubah bila dibandingkan 2018.
Potensi
Ketua I Ikatan Ahli Ekonomi Islam, Irfan Syauqi Beik, mengatakan, tahun ini menjadi momentum lembaga keuangan syariah agar dapat berkembang lebih jauh. Sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) bisa diarahkan untuk mengincar pembiayaan syariah sebagai alternatif mendapatkan modal usaha.
"Peluang pertumbuhan itu ada di sejumlah provinsi, seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Aceh, dan Gorontalo. Di sana, masih banyak warga yang mengincar pembiayaan berbasis syariah untuk mobil atau sepeda motor sebagai inventaris usaha," kata dia. (E19)