Mencari hiburan, terutama saat malam, tak perlu mencari tempat yang jauh, menghabiskan banyak biaya dan waktu perjalanan. Terletak di pusat kota Jakarta, Taman Ismail Marzuki mempunyai banyak agenda menarik untuk ditonton, salah satunya adalah pertunjukan teater.
Diadaptasi dari sebuah novel karya Buya Hamka berjudul Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, kelompok paduan suara Rascacielos Choir (Rascho) mempersembahkan pertunjukan teater yang disutradarai Wahyudi Abdul Aziz, Sabtu (12/1/2019). Dipersiapkan selama lebih kurang sepuluh bulan, para pemain mampu membawakan teater musikal secara apik.
Menceritakan kisah cinta bernama Zainuddin, laki-laki keturunan Makassar yang mencintai perempuan bernama Hayati. Ironisnya, Zainuddin tidak bisa bersatu dengan kekasih hatinya karena Hayati meninggal akibat Kapal Van der Wijck tenggelam.
Berawal dari kegelisahan sang sutradara dengan situasi Indonesia yang karut-marut tentang keagamaan, ia kemudian mengingat kisah dari buku-buku Hamka yang sejak kecil dibacanya.
Ada dakwah, ada wejangan, falsafah hidup, siraman rohani yang disampaikan tidak dalam ceramah di muka umum tapi dalam tulisan. ”Pusing, sekarang orang mendadak menjadi ahli agama. Makanya, saya juga mencoba mengingatkan nilai-nilai ketuhanan melalui teater,” ujar Aziz.
Pusing, sekarang orang mendadak menjadi ahli agama. Makanya, saya juga mencoba mengingatkan nilai-nilai ketuhanan melalui teater.
Pesan yang ingin disampaikan oleh Aziz adalah cinta yang beradab, cinta yang penuh keikhlasan kepada Tuhan, yaitu cinta platonis. Menariknya teater yang dibawakan bukan hanya pertunjukan akting diselingi nyanyian, melainkan juga tata suara yang dimainkan secara langsung.
Pemain musik berada di bagian depan-bawah panggung dengan berbagai alat musik, dari kendang hingga keyboard. Bahkan, suara rintikan air hujan yang turun di atas atap dihasilkan dari suara menjentikan jari tangan.
”Keren sih, kurangnya mungkin setting panggung dan latarnya. Gak jelas apakah di dalam rumah atau di luar,” kata salah satu penonton, Indah Pertiwi (22), seusai pertunjukan. Ia mengutarakan bahwa tertarik menonton teater karena pertimbangan cerita yang dibawakan dan pemain.
”Lebih menarik kalau pemain yang memainkannya seumuran,” kata Nabilah (22) menimpali. Namun, ia mengatakan bahwa pertunjukan teater tersebut bagus dari segi cerita juga akting pemain. Ditambah permainan musik secara langsung yang kreatif.
Sementara itu, Aziz menjelaskan, teaternya terus eksis dengan cara mempertahankan tradisi, menyuarakan kearifan dan muatan lokal, serta memberikan sentuhan hati nurani. Menurut dia, tiket yang dijual seharga Rp 100.000-Rp 200.000 tidaklah seberapa jika dibandingkan dengan pembelajaran yang disampaikan melalui teater.
”Saya kira sebanding untuk menghargai sejarah karena memuat sentuhan kebudayaan, seni, juga cerita yang dalam,” katanya. (E16)