Karena Skandal Data, Jepang Harus Kaji Anggaran Terkait Pekerja
Oleh
Benny Dwi Koestanto
·2 menit baca
TOKYO, JUMAT — Pemerintah Jepang pada Jumat (11/1/2019) mengatakan harus mengubah anggaran yang akan datang untuk mendanai kompensasi bagi para pekerja yang tunjangannya rendah selama bertahun-tahun. Hal itu diduga terjadi sebagai akibat dari skandal yang melibatkan data tenaga kerja yang salah.
Kementerian tenaga kerja Jepang mengakui bahwa mereka telah bertahun-tahun gagal mengumpulkan data yang lengkap mengenai laporan pekerjaan bulanannya, yang dipantau dengan cermat sebagai indikator upah dan jam kerja. Data tersebut sejatinya membantu menentukan berbagai manfaat pemerintah, termasuk asuransi kerja.
Kementerian itu seharusnya mengumpulkan data dari semua perusahaan dengan 500 karyawan atau lebih. Namun, di Tokyo saja, misalnya, ternyata hanya sekitar sepertiga dari 1.400 perusahaan yang disurvei. Skandal itu terjadi pada 2004 dan total 53 miliar yen (490 juta dollar AS) akan dibayarkan kepada 20 juta pekerja.
”Saya telah menerima laporan dari kementerian tenaga kerja dan kesejahteraan bahwa mereka perlu menyediakan asuransi tenaga kerja dan pembayaran lain secara surut,” kata juru bicara pemerintah Yoshihide Suga kepada wartawan. ”Kami akan melakukan penyesuaian untuk membuat alokasi anggaran yang diperlukan dalam anggaran fiskal untuk tahun 2019 yang dimulai pada April.”
Dia menambahkan bahwa pemerintah sekarang memeriksa puluhan set data utama lainnya. Adapun menteri tenaga kerja Takumi Nemoto telah mengakui bahwa dirinya menerima laporan tentang masalah tersebut pada 20 Desember tahun lalu. Namun, kementerian itu meneruskan dan menerbitkan data pada 21 Desember dan 9 Januari yang diketahui memiliki masalah pengambilan sampel. Hal itu pun menimbulkan pertanyaan tentang keandalan statistik resmi di ekonomi terbesar ketiga di dunia itu.
Survei tenaga kerja bulanan telah dipantau oleh pemerintah dan Bank Jepang sebagai petunjuk untuk keputusan kebijakan ekonomi mereka. Suga mengatakan bahwa kepercayaan dalam survei itu terguncang patut disesalkan. Nemoto pun menyerukan permintaan maaf yang tulus karena membuat masalah bagi warga Jepang. (AFP)