Komedi Salah Kaprah
Ateng dan Iskak, ikon film komedi era 1970-an, dihadirkan di era milenial lewat film Lagi-Lagi Ateng. Film ini tampaknya menjadi bagian dari tren munculnya kembali ikon-ikon layar lebar masa lalu.
Setelah Warkop dalam dua film Warkop DKI Reborn pada 2016 dan 2017, kemudian Suzanna dalam Suzzanna: Bernapas dalam Kubur (2018), kini beredarlah komedian Ateng.
Film produksi 13 Entertainment arahan sutradara Monty Tiwa ini menampilkan Augie Fantinus sebagai pemeran Ateng dan Soleh Solihun sebagai Iskak.
Ateng memang bisa dikatakan cukup ikonik di bioskop pada era 1970-an, khususnya untuk film komedi. Dia bermain dalam 10 judul film komedi yang mengatasnamakan sosoknya. Tersebutlah Ateng Minta Kawin (1974), Ateng Raja Penyamun (1974), Ateng Mata Keranjang (1975), Ateng Kaya Mendadak (1975), Ateng Sok Tahu (1976), Ateng the Godfather (1976), Ateng Bikin Pusing (1977), Ateng Sok Aksi (1977), Ateng Pendekar Aneh (1977), dan Ira Maya dan Kakek Ateng (1979).
Itu belum termasuk ketokohan Ateng dan Iskak sebagai punakawan Bagong dan Petruk dalam ”Ria Jenaka”, program komedi ”penerangan” di TVRI pada era 1980 sampai awal 1990-an.
Sebelumnya, Ateng dikenal sebagai awak kelompok lawak Kwartet Jaya yang beranggota Bing Slamet, Ateng, Iskak, dan Edi Sud. Peran Ateng sebagai maskot film bisa dikatakan sebagai ”penerus” posisi yang sebelumnya dipegang Bing Slamet yang meninggal pada 1974.
Kwartet Jaya dengan maskot Bing Slamet telah melahirkan film seperti Bing Slamet Koboi Cengeng (1974), Bing Slamet Dukun Palsu (1973), Bing Slamet Sibuk (1973), dan Bing Slamet Setan Djalanan (1972).
Dimiripkan
Seperti halnya tokoh Dono-Kasino-Indro yang tampilan fisiknya dimirip-miripkan dalam Warkop DKI Reborn dan Suzanna yang dihadirkan kembali lewat Luna Maya, begitu pula sosok Ateng dan Iskak dalam Lagi-Lagi Ateng. Dua karakter dalam film tersebut juga diupayakan mendekati sosok tokoh Ateng-Iskak seperti yang terekam di benak orang.
Ateng dengan ciri fisik pendek gemuk tampaknya kurang dapat diikuti oleh postur Augie Fantinus selaku pemeran Ateng. Namun, banyak celah untuk mengejar kemiripan, yaitu lewat wajah, potongan rambut, cara jalan, suara, dan cara bicara yang manja-manja kekanak-kanakan. Begitu juga gaya Ateng yang suka memonyongkan mulut dan memasang wajah meledek sambil teriak ”Weeee!”
Soleh Solihun tampak cukup saksama mempelajari gestur, bahasa tubuh Iskak. Cara berjoget dengan menyilangkan tangan di depan wajah yang menggeleng-geleng itu adalah gaya khas Iskak. Gaya geram, menggemeretakkan gigi, menggenggam tangan gemes itu juga punya Iskak.
Soleh Solihun juga meniru cara tertawa Iskak dengan suara melengking. Wajah tampak diusahakan mendekati Iskak. Dan cukup jeli juga film ini mengutip cara Iskak menyebut nama yang dipanjang-panjangkan: ”Iskak Tirto Kamandanu ... Brotoyudo Joyobinangun.”
Sebenarnya ini materi lawak klasik yang banyak digunakan dagelan Mataram, termasuk Basiyo.
”Commedy of errors”
Kemiripan fisik dan gaya mungkin hanya menyentuh mereka yang mempunyai memori visual tentang Ateng dan Iskak. Akan tetapi, tampak film ini berusaha untuk tidak terjebak pada nostalgia. Juga tampak tidak memilih gaya parodikal. Sosok Ateng dan Iskak ”hanya” dipinjam ke-ikon-nan mereka di jagat komedi.
Lagi-Lagi Ateng memilih gaya comedy of errors, komedi salah kaprah. Cerita film ini mirip dengan Comedy of Errors klasik karya Shakespeare, yaitu tentang dua anak kembar identik yang terpisah sejak bayi.
Komedi jenis ini menggarap lelucon seputar identitas yang saling tertukar. Seperti pada komedi ala Shakespeare, liku-liku plotnya memberikan ketegangan, kejutan, harapan, dan kegembiraan
Dalam Lagi-Lagi Ateng, tokoh kembar yang terpisah itu adalah Ateng dan Agung yang hidup terpisah akibat orangtua mereka bercerai. Ateng tinggal di Salatiga bersama ayahnya, Budiman (Surya Saputra). Agung diasuh Ratna (Unique Priscilla), sang ibu, di Jakarta. Tokoh Ateng dan Agung ini diperankan Augie Fantinus.
Sebagai film komedi, Lagi-Lagi Ateng tidak mengacu pada film komedi ala Kwartet Jaya. Elemen komedi dominan, termasuk komedi fisik yang mencoba memancing tawa dengan ekspresi wajah dan gerak tubuh.
Akan tetapi, unsur drama juga ditonjolkan. Dalam hal ini peran Rohana, Julie Estelle, Surya Saputra, dan Unique Priscilla menjadi penting. Bahkan, turut pula memberi warna dengan lagu ”Tataplah” dari Cool Colors yang salah satu anggotanya adalah Surya Saputra. Yang satu ini mungkin nostalgia untuk segmen penonton usia lebih muda dari era Ateng ala 1970-an.