JAKARTA, KOMPAS — Program hukum yang ditawarkan kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden dinilai belum cukup tajam menjawab kebutuhan masyarakat. Kedua pasangan calon memilih bermain di wilayah aman dengan menawarkan program yang keberhasilannya tidak dapat diukur dengan indikator yang pasti.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Advokat Indonesia Erwin Natosmal Oemar di Jakarta, Minggu (13/1/2019), menilai, kedua pasangan calon (paslon), yaitu Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, tidak serius menawarkan program hukum yang berdampak nyata mengatasi masalah hukum yang terjadi di Indonesia.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Indonesian Legal Roundtable (ILR), lebih dari 50 persen program hukum kedua paslon tidak memiliki indikator keberhasilan terukur. Hal itu menunjukkan lemahnya komitmen kedua paslon menyelesaikan permasalahan hukum di negeri ini.
”Padahal, persoalan hukum di Indonesia merupakan hal yang mendesak dibenahi kedua paslon jika menjabat nanti,” kata Erwin.
Mengutip data Rule of Law Index 2017-2018 terbitan World Justice Project, indeks penegakan hukum Indonesia saat ini berada di peringkat ke-9 dari 15 negara di Asia Pasifik.
Kedua paslon tidak tegas menyatakan komitmen mereka mengatasi tiga isu utama dalam ranah hukum, yaitu penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia berat masa lalu, usaha pemberantasan korupsi, dan reformasi peradilan. Ketiga isu itu tidak menjadi yang utama dalam rancangan program kedua paslon.
Erwin menjelaskan, pasangan nomor urut 01 memiliki 12 program hukum (46 persen) yang terukur. Adapun pasangan nomor urut 02 memiliki 10 program hukum (47 persen) yang terukur. Di bidang hukum, Jokowi-Ma’ruf memiliki lebih banyak program daripada Prabowo-Sandiaga, yaitu 26 program berbanding 21 program.
Sementara itu, Ketua Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Veri Junaidi menyatakan, program hukum memang tidak diutamakan kedua paslon. ”Kedua paslon berusaha merebut suara calon pemilh dengan menawarkan program ekonomi dan program pendidikan,” ujarnya.
Hasil penelitian yang dilakukan Kode Inisiatif menunjukkan, Jokowi-Ma’ruf memiliki 125 program ekonomi dan pendidikan atau 48 persen dari total 258 program yang mereka tawarkan. Adapun Prabowo-Sandiaga memiliki 142 program ekonomi pendidikan atau 62 persen dari total 230 program yang ditawarkan.
Sebaliknya, di bidang penegakan hukum dan HAM, paslon nomor urut 01 hanya memiliki 37 program atau 14 persen dari keseluruhan program. Setali tiga uang pasangan nomor urut 02 hanya memiliki 14 program hukum dan HAM atau 6 persen dari keseluruhan program.
Kebutuhan masyarakat
Menanggapi hal itu, Direktur Hukum Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma\'ruf Amin, Ade Irwan Pulungan, menyatakan, pasangan Jokowi-Ma’ruf secara khusus berkonsentrasi pada program reformasi peradilan. Paslon nomor urut 01 tersebut memilih fokus mengatasi masalah intervensi dalam sistem peradilan.
Ade menambahkan, Jokowi akan melanjutkan reformasi sistem dan proses penegakan hukum yang telah dimulainya sejak terpilih sebagai presiden pada 2014. ”Tetapi itu semua butuh waktu, kami menyadari usaha Jokowi saat ini belum sempurna,” katanya.
Sementara itu, anggota Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi, Habiburokhman, menyatakan, pasangan Prabowo-Sandiaga mendengarkan masukan dari semua pihak. ”Untuk itulah, kami memperbaiki visi dan misi paslon nomor urut 02 berdasarkan masukan setelah paslon bertemu rakyat,” katanya.
Menurut Habiburokhman, perbaikan visi dan misi itu penting agar aspirasi rakyat bisa tertampung dalam visi dan misi yang diusung paslon. Pasangan Prabowo-Sandiaga tidak segan melanjutkan warisan baik dari pemerintahan Jokowi.
Secara khusus, Veri mengapresiasi komitmen pasangan Prabowo-Sandiaga untuk melanjutkan warisan pemerintahan sebelumnya jika seandainya berhasil terpilih. ”Jika yang menang paslon nomor urut 01, saya harap mereka bersedia mengambil program paslon nomor urut 02 yang pada saat debat nanti dinilai mampu menjawab kebutuhan masyarakat,” katanya. (E06)