DEMAK, KOMPAS – Tata niaga cabai saat ini dinilai masih merugikan petani. Saat modal tanam semakin tinggi, petani juga selalu didorong memproduksi komoditas sebanyak-banyaknya tanpa kepastian harga di pasaran.
Hal itu disampaikan pengamat dan peneliti pertanian Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Satya Wacana Salatiga (UKSW), Sony Heru Priyanto, Minggu (13/1/2019) terkait insiden sejumlah petani cabai yang membuang hasil panen cabai ke tengah jalan di wilayah Kecamatan Dempet, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, beberapa hari lalu.
“Ya wajar saja kalau petani kecewa. Budidaya cabai itu juga tidak murah, sehingga petani sangat berharap ketika menanam komoditi mahal akan memperoleh keuntungan besar pula,” ujar Sony.
Dia mengatakan, paradigma pendekatan terhadap petani sudah waktunya berubah. Petani tidak bisa terus menerus hanya diminta menyediakan komoditas sebanyak-banyaknya. Pemerintah mesti memastikan kesejahteraan petani. Produksi sebanyak-banyaknya justru akan memukul balik petani saat panen raya karena harga bisa anjlok.
Jika mau memajukan pertanian, paradigma pendekatan petani semestinya paradigma investasi. Petani dianggap sebagai investor yang diajak bekerjasama dalam sistem pertanian modern. Ada investasi besar yang bisa dilakukan oleh pemerintah maupun sektor swasta dengan pilihan komoditas tertentu. Petani dapat menghasilkan produksi besar, kemudian pemerintah atau pun sektor swasta yang menyalurkan hasil panen dengan harga kompetitif.
Sejumlah petani di Kecamatan Dempet, Demak menuturkan, mereka tidak menyangka harga cabai sampai anjlok di bawah Rp 7.000 per kilogram. Mereka menanam cabai dengan perhitungan matang. Pertama, mereka ingin membantu menyediakan komoditas cabai yang semakin diminati di pasaran. Sebagian tanaman cabai ditanam dengan model tumpang sari dengan padi sawah.
“Saya awalnya berharap bisa panen cabai setiap hari untuk menutup biaya hidup sehari-hari sambil menunggu padi panen tiga bulan kemudian. Nyatanya, musim tanam cabai kali ini juga tidak bagus, tanaman juga banyak diserang hama patek,” ujar Nasuka, petani di Desa Kedungori, Dempet.
Nasuka awalnya berharap, tanaman cabai sebanyak 4.000 pohon di lahan seluas 0,25 hektar yang digarapnya bisa menghasilkan minimal satu ton cabai keriting. Kenyataannya, hasil panen saat ini hanya 1 kuintal-3 kuintal saja. Dengan hasil tersebut, tentu saja petani rugi besar mengingat modal tanam untuk lahan 0,25 hektar berkisar Rp 6 juta hingga Rp 7 juta.
Ketua Asosiasi Champion Cabai Indonesia, Tunov Mondro Atmodjo mengemukakan, pemerintah perlu membantu petani cabai. Menurut dia, di Magelang, harga cabai keriting sudah mulai merangkak naik menjadi sekitar Rp 12.000 per kilogram.