Akar Masalah Tanggul Jatipadang Belum Tertangani
Tanggul Jatipadang Kembali Jebol, Akar Masalah Belum Tertangani
JAKARTA, KOMPAS – Tanggul di alur Kali Pulo di Kelurahan Jatipadang, Jakarta Selatan, yang kembali jebol disebabkab belum tertanganinya masalah utama, yaitu penyempitan sungai akibat okupansi warga.
Tanggul dari tumpukan karung pasir di RT 004 RW 006 tersebut jebol sekitar lima meter pada Minggu (13/1/2019) malam karena derasnya debit air Kali Pulo. Air pun sempat meluap hingga merendam rumah warga.
Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Teguh Hendarwan mengatakan, masalah utama di alur tersebut karena adanya bangunan yang berdiri di areal yang bukan semestinya sehingga terjadi penyempitan saluran. Saat ini, perbaikan sementara dengan turap cerucuk sudah dilakukan.
“Setelah surut akan dibangun tanggul permanen seperti yang dilakukan di tanggul yang jebol tahun lalu,” katanya di Jakarta, Senin (14/1/2019).
Lurah Jatipadang Noviant Wijanarko mengatakan, idealnya, lebar Kali Pulo sekitar delapan meter baru bisa mencegah air meluap atau tanggul jebol. Namun saat ini, sebagian ruas mengalami penyempitan karena desakan bangunan warga. Di beberapa lokasi, penyempitan demikian parah, bahkan hanya sekitar 1,5 meter.
“Bagian hulu sudah diturap permanen, namun di bagian hilir di bagian lebih selatan, belum diturap sehingga air menerjang di sana,” katanya.
Menurut Noviant, pelebaran badan Kali Pulo membutuhkan proses yang panjang. Pertama adalah perlu ada kajian teknis dari Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta untuk menghitung lebar dan panjang yang diperlukan agar banjir tak terulang. Untuk pelebaran pun, akan dibutuhkan proses panjang dari rencana penataan kawasan, verifikasi surat kepemilikan, penyiapan anggaran yang tak sedikit hingga tempat untuk relokasi warga yang terdampak.
Kendati berada di bantaran kali yang seharusnya tak menjadi lokasi bangunan, sebagian dari lahan yang berada di pinggiran Kali Pulo mempunyai sertifikat hak milik dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Ia mengaku tak paham kenapa surat bukti kepemilikan bisa terbit.
“Ini memang perlu dilihat kenapa BPN mengeluarkan sertifikat. Status lahan juga perlu dilihat dahulu, dicocokkan dengan trase sungai yang ditetapkan di awal, sehingga bisa dilihat apakah warga berhak mendirikan bangunan di sana atau tidak,” katanya.
Karena sempitnya alur sungai di beberapa lokasi, pengerukan pun tak bisa dilakukan. Hal ini karena alat berat yang membutuhkan lebar sungai sekitar tiga meter tidak bisa masuk.
Untuk antisipasi jangka pendek, saat ini pihak Kelurahan Jatipadang mendata sejumlah titik yang rawan meluap, seperti lokasi belokan sungai, alur yang mengalami penyempitan, daerah turunan atau lokasi yang tanggulnya sudah terkikis.
Titik-titik rawan ini dilaporkan ke Dinas Sumber Daya Air untuk diperkuat. Warga juga diminta agar tidak lagi menambah bangunan memasuki badan sungai sehingga memperparah penyempitan.
Seperti sudah diberitakan Kompas Kamis (4/10/2018), Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) memastikan tak ada anggaran normalisasi kali di Jakarta pada tahun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2019.
Hal ini terjadi karena tak memadainya pembebasan lahan yang merupakan tugas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sementara alokasi anggaran normalisasi baru bisa diusulkan lagi setelah lahan tersedia.
Tanggul yang jebol ini berada sekitar 200 meter dari tanggul yang jebol pada musim hujan tahun lalu yang saat ini sudah dibangun menjadi tanggul permanen dan dinamai warga Tanggul Baswedan. Senin ini, Teguh Hendarwan juga memastikan bahwa tanggul yang jebol bukanlah Tanggul Baswedan.