Anggota Sriwijaya Travel Pass Minta Hak Mereka Dikembalikan
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Anggota Sriwijaya Travel Pass merasa dirugikan beberapa penyesuaian kebijakan yang diberlakukan Sriwijaya Air. Anggota Sriwijaya Travel Pass menuntut hak-hak mereka dikembalikan.
Perkumpulan anggota Sriwijaya Travel Pass (SJTP) menggelar konferensi pers untuk menyampaikan tuntutan kepada pihak Sriwijaya Air di Jakarta Pusat, Senin (14/1/2019). Tuntutan tersebut antara lain terkait pembatasan kursi, penalti berupa pembekuan kartu keanggotaan, ketidaktransparan kuota, dan pembatasan berlebihan.
Salah satu anggota SJTP, Maya Sayekti (42), meminta agar hak-hak yang seharusnya ia terima bisa dikembalikan. Ia tak ingin uang Rp 12 juta yang sudah dikeluarkan sia-sia.
”Kami sudah lelah dengan win-win solution. Yang kami inginkan perjanjian yang sudah dilakukan di awal bisa ditepati oleh Sriwijaya,” ujar Maya Sayekti.
Pada pertengahan 2018, Sriwijaya Air memberlakukan promo ”Terbang Sepuasnya Setahun Penuh”. Dengan membayar Rp 12 juta, pelanggan bisa mendapatkan kartu keanggotaan SJTP yang berlaku selama setahun penuh.
Kartu itu berlaku untuk penerbangan kemana pun. Harga yang dikenai jauh lebih murah dari harga tiket asli. Sebab, pemegang kartu hanya perlu membayar pajak bandara, pajak penumpang, asuransi, dan biaya administrasi.
Maya Sayekti memberi contoh, tarif normal yang dikenai bagi penumpang reguler untuk penerbangan Bandara Soekarno-Hatta (Jakarta) menuju Bandara Ahmad Yani (Semarang) adalah Rp 277.000.
Sementara itu, pemegang kartu keanggotaan SJTP hanya dikenai biaya Rp 147.700 dengan rincian, pajak bandara Rp 85.000, Pajak Pertambahan Nilai Rp 27.700, asuransi penumpang Rp 5.000, dan biaya tambahan Rp 30.000.
Tergiur promo, Maya Sayekti mendaftar menjadi anggota SJTP pada Juni 2018. Pada awal-awal penggunaan, Maya Sayekti merasa terbantu dengan promo ini. Sebab, dia bisa menjalankan hobi melancongnya kapan pun.
”Namun mulai 22 Oktober 2018, secara sepihak, Sriwijaya membatasi jumlah kursi yang tersedia bagi anggota SJTP pada setiap penerbangan menjadi 75 kursi, 35 kursi, dan 15 kursi, disesuaikan dengan jenis pesawat,” kata Maya Sayekti.
Meski kecewa, Maya Syekti mengaku menerima keputusan tersebut. Hingga pada suatu saat, Maya Syekti dikejutkan pemberitahuan kuota bagi anggota selalu penuh setiap hari dan setiap penerbangan. Ia menduga mulai ada indikasi kecurangan pada saat itu.
Dihubungi secara terpisah, Vice President Corporate Secretary and Legal PT Sriwijaya Air Retri Maya menjelaskan, pembatasan yang dilakukan Sriwijaya Air untuk menyesuaikan tren penggunaan fasilitas terbang anggota SJTP pada setiap penerbangan.
”Sesuai kenyataan yang ada, jumlah penggunaan fasilitas anggota SJTP pada setiap penerbangan tidak pernah lebih dari 75 kursi,” kata Retri Maya.
Maya Sayekti menjelaskan, mulai Desember 2018, karut-marut pembatasan tiket menjadi semakin parah. Setiap hari anggota mencari ketersediaan tiket. Namun, ketika anggota membeli tiket melalui jalur anggota, tak pernah ada kursi yang tersedia sampai dengan Juni 2019. Kondisi itu berbeda jika anggota memesan tiket secara reguler.
Terkait pembatasan ini, Retri Maya mengatakan hal itu tidak benar. Adapun beberapa kendala yang dialami para anggota SJTP dalam beberapa waktu terakhir terjadi karena ada perbaikan sistem.
”Perbaikan itu kami lakukan berkelanjutan guna meningkatkan pelayanan Sriwijaya Air kepada seluruh pelanggan kami,” imbuh Retri Maya.
Pembekuan kartu
Keluhan lain yang disampaikan adalah terkait pembekuan kartu anggota selama dua pekan. Hal itu, menurut Maya Sayekti, dilakukan apabila anggota tidak jadi terbang dengan alasan apa pun.
”Ini tidak pernah disebutkan di dalam perjanjian awal. Pokoknya ada-ada saja cara Sriwijaya Air untuk mempersulit kami,” ucap Maya Sayekti.
Mewakili anggota pemegang kartu SJTP lainnya, Maya Syekti menuntut pimpinan dan manajemen Sriwijaya Air untuk menghapuskan pemberlakuan kuota pada setiap rute penerbangan berdasarkan jenis pesawat.
”Kami merekomendasikan agar Sriwijaya Air tetap melaksanakan perjanjian yang telah disepakati dengan member SJTP berupa penerbangan tanpa batas atau unlimited flight. Perubahan kebijakan secara sepihak ini telah membuat anggota SJTP mengalami kerugian materiil maupun nonmateriil,” tutur Maya Sayekti.
Maya menuturkan, para anggota akan mengadukan hal ini ke Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan membawa perkara dugaan pelanggaran perjanjian ini ke ranah hukum.
Dimintai pendapatnya, Ketua Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, hingga Senin, belum ada aduan resmi yang masuk ke YLKI terkait kasus ini. Namun, sudah banyak aduan yang dilakukan oleh anggota SJTP melalui pesan singkat.
”Jika indikasi pelanggaran tersebut terbukti, yang akan kami lakukan adalah mempertemukan kedua pihak untuk mediasi. Dari mediasi tersebut, baru akan diketahui apa langkah yang sebaiknya diambil,” kata Tulus.
Untuk saat ini, YLKI masih menunggu laporan resmi dari anggota SJTP. Setelah itu, YLKI akan mendalami kronologi dugaan pelanggaran perjanjian ini. (KRISTI DWI UTAMI)