JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah daerah harus segera memecat aparatur sipil negara terpidana korupsi yang masih bekerja dan tetap mendapat gaji agar tak ada kerugian negara yang lebih besar. Kementerian Dalam Negeri siap memberikan bantuan hukum jika keputusan pemecatan tersebut kelak justru digugat oleh aparatur yang bersangkutan.
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengatakan, di Jakarta, Senin (14/1/2019), kewenangan pemecatan aparat sipil negara (ASN) terpidana korupsi ada di pemerintah daerah (pemda). Oleh karena itu, dia meminta agar perintah pemecatan dari pusat segera dilaksanakan oleh pemda.
”Pemerintah pusat tidak akan mengambil alih karena itu kewenangan yang sudah diserahkan ke (pemerintah) daerah. Namun, kalau proses itu berlarut-larut, kami akan cari mekanisme disiplinnya,” ujarnya.
Sebelumnya, pada pertengahan September 2018, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Syafruddin, serta Kepala BKN meneken surat keputusan bersama terkait pemecatan 2.357 ASN yang berstatus koruptor. Dalam surat itu, ditegaskan paling lambat pemecatan dilakukan akhir 2018 (Kompas, 14/9/2018).
Namun, ternyata hingga kemarin, proses pemecatan itu belum tuntas. Berdasarkan data dari Kedeputian Bidang Pengawasan dan Pengendalian BKN, baru 393 dari 2.357 ASN terpidana korupsi yang diberhentikan. Dari 393 ASN itu, 351 orang berasal dari instansi daerah dan 42 orang dari instansi pusat.
Harus tegas
Menurut Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Widodo Sigit Pudjianto, banyak sekretaris daerah (sekda) tidak segera memecat ASN terpidana korupsi karena khawatir digugat oleh ASN tersebut. Salah satunya karena mereka dibiarkan tetap menjadi ASN ketika mereka sudah diputus bersalah oleh pengadilan berdasarkan putusan berkekuatan hukum tetap. Apalagi mereka tetap menerima gaji.
Dia pun sudah meminta para sekda untuk tidak mengkhawatirkan hal tersebut. Gaji yang telanjur dibayarkan pun tak perlu dikembalikan.
”Jadi, tak usah merujuk kapan putusan inkrah dikeluarkan. Ya, diputus saja, tanggal dia diberhentikan saat itu, ya surat keputusan juga mulai tanggal dipecat itu. Kalau terus berlama-lama, potensi kerugian negara itu yang jadi lebih besar,” katanya.
Menurut Widodo, sekda juga tak perlu khawatir apabila kelak digugat. Pasalnya, keputusan pemberhentian telah mengacu pada Pasal 87 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Dalam aturan itu, tertulis bahwa ASN yang menjadi narapidana perkara korupsi harus langsung diberhentikan dengan tidak hormat.
”Tak usah takut digugat karena kita melaksanakan putusan pengadilan. Kalau digugat, kami (Kemendagri) akan beri bantuan hukum. Saya akan intervensi di kasus itu,” ujar Widodo.
Tak usah takut digugat karena kita melaksanakan putusan pengadilan. Kalau digugat, kami (Kemendagri) akan beri bantuan hukum.
Sebaliknya, jika tidak segera memecat ASN terpidana korupsi, justru sekda yang terancam sanksi kepegawaian. ”Kalau Anda (sekda) masih molor-molor, pasti akan kami beri sanksi,” ucapnya.
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Nihayatul Wafiroh mengatakan akan meminta pertanggungjawaban Mendagri, Menteri PANRB, dan Kepala BKN terkait molornya proses pemecatan ASN itu.
”Awal Februari, kami tentu akan menyoroti hal tersebut. Ini tak boleh dibiarkan karena jangan sampai uang negara untuk membiayai orang-orang yang tak layak untuk kita tanggung. Kami akan minta pertanggungjawaban kepada mereka. Jadi, kita benar-benar harus melihat komitmen dari lembaga-lembaga ini,” tutur Nihayatul.