JAKARTA, KOMPAS -- Sistem pencatatan keuangan penting bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah sebagai salah satu daya tawar untuk mendapatkan akses pendananan. Belum tertibnya sistem pencatatan keuangan usaha mikro kecil dan menengah akan berdampak pada belum munculnya kepercayaan investor untuk memberi akses pendanaan. Sistem rantai blok atau blokchain bisa digunakan sebagai salah satu alternatif solusi.
Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Asosiasi Blockchain Indonesia Pandu Sastrowardoyo saat dimintai pendapatnya, Senin (14/1/2019) di Jakarta. Sampai saat ini permasalahan pencatatan keuangan banyak dialami oleh pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) hampir di seluruh daerah.
"Salah satu masalah terbesar pelaku UMKM adalah pencatatan keuangan. Pelaku usaha belum memandang pencatatan keuangan sebagai hal yang perlu dilakukan. Padahal, data-data transaksi tersebut bisa menjadi aset yang berharga bagi mereka," ujar Pandu.
Senada dengan Pandu, CEO Ralali.com Joseph Aditya, dalam sebuah diskusi publik bertema "Solusi Bisnis untuk Akselerasi UMKM dalam Pasar Berkembang" di Jakarta, Senin (14/1), mengatakan selama ini UMKM belum memiliki pencatatan data langsung atau real time. Hal itu membuat standar reputasi yang ditetapkan pemerintah dan institusi keuangan formal tidak bisa dipenuhi oleh pelaku UMKM.
"Hal itu kemudian berakibat pada kesulitan akses finansial seperti pinjaman bank dan asuransi usaha," kata Joseph.
Untuk memberikan kemudahan dalam pencatatan data transaksi keuangan, sistem rantai blok atau blokchain bisa digunakan. Sistem ini nantinya akan mengintegrasikan seluruh bagian pada rantai pasok sehingga semua data terdesentralisasi.
Sistem ini memungkinkan seluruh bagian dalam rantai pasok bisnis UMKM seperti pemerintah, institusi keuangan, perusahaan penyedia barang, pelaku logistik, investor, dan pihak-pihak lain bisa saling mengakses data satu sama lain.
“Sekarang ini kebanyakan pelaku UMKM tidak bisa langsung menjangkau produsen bahan baku. Dengan blokchain, rantai pasok yang biasanya harus lebih dulu melewati agen bisa dipangkas. Efeknya, rantai suplai bisa lebih pendek dan biaya yang dikeluarkan lebih sedikit,” tutur Joseph.
Pengaruh digitalisasi rantai pasok pada industri logistik mau tak mau membuat industri logistik harus beradaptasi dengan perubahan yang ada. Hal ini menurut pakar blockchain Indonesia, Hadi Kuncoro dikategorikan sebagai tantangan. Sistem blokchain harus bisa disosialisasikan dengan baik sehingga pelaku usaha bisa meningkatkan produktivitasnya.
Melalui pencatatan dengan sistem blockchain, seluruh data yang terekam tidak akan bisa diubah. Sehingga, semua data yang ada terjaga validitasnya. Hal itu bisa menjadi bahan pertimbangan lembaga keuangan untuk bisa memutuskan akan mendanai UMKM tersebut atau tidak.
CEO Tokoin, Reiner Rahardja memandang, selain akses pendanaan, bisnis UMKM juga perlu untuk membentuk reputasi bisnis. Untuk mewujudkan hal itu perlu adanya identitas digital yang kredibel.
“Kami juga bisa menjadi penghubung antara pelaku UMKM dengan institusi keuangan. Sistem yang kita gunakan ini tidak bisa disunting maupun diretas, sehingga kredibilitas data yang ada terjamin,” imbuh Joseph.
Ditjen Kementerian Industri Kecil Menengah dan Aneka Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih mengungkapkan, identitas digital sangat penting. Sebab, saat ini pengurusan izin usaha sebagian besar terintegrasi secara elektronik dengan seluruh kementerian atau lembaga. Peran inovator dalam membantu menciptakan identitas digital yang kredibel diapresiasi pemerintah.
Gati menambahkan, upaya peningkatan kesejahteraan pelaku UMKM bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Para inovator dan pihak swasta juga memiliki kewajiban untuk membantu meningkatkan efektivitas kerja UMKM.
“Inovator teknologi ini akan menjadi stimulan bagi munculnya ekosistem industri 4.0. Kami berharap, para inovator bisa membantu pelaku UMKM untuk meningkatkan kinerjanya,” ucap Gati.