Ekstrak Kunyit Terus Diteliti untuk Penyembuhan Kanker Serviks
Oleh
Pascal S Bin Saju
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kurkumin, senyawa aktif yang salah satunya didapat dari ekstrak kunyit, terus diteliti karena berpotensi sebagai obat kanker serviks. Meski penelitian belum menunjukkan hasil nyata klinis, kurkumin BCM-95 terbukti aman digunakan pada manusia.
”Penelitian kurkumin untuk obat antikanker tidak berhenti. Penelitian akan berlanjut dengan rekayasa teknologi yang membuat kurkumin dalam ukuran nano,” ujar Sigit Purbadi dalam presentasi disertasinya di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Jakarta, Senin (14/1/2019).
Sigit meneliti efek kurkumin yang dikombinasikan dengan terapi radiasi berjudul ”Efikasi Penambahan Biocurcumin (BCM-95) pada Terapi Kanker Serviks Jenis Karsinoma Sel Skuamosa Stadium IIIB: Uji Klinis Fase IIB”.
Sigit menyebutkan, dari penelitian yang sudah ada, kurkumin BCM-95 terbukti aman digunakan manusia. Hanya saja, butuh penelitian lebih lanjut untuk pengobatan kanker.
Dalam penelitian Sigit, kurkumin dicampur dengan piperin, suatu ekstrak dari lada, untuk meningkatkan penyerapan. Sampai saat ini, belum ada publikasi ilmiah mengenai kurkumin yang dapat masuk ke dalam sel kecuali masuk ke dalam darah.
”Untuk menghasilkan respons yang baik, tidak cukup obat itu sampai di dalam darah. Obat harus masuk ke dalam sel. Selanjutnya, penelitian akan dilanjutkan dengan membuat kurkumin dalam ukuran sebesar 40 nanogram dengan dibungkus lagi dengan sitosan yang berasal dari ekstrak kedelai agar bisa masuk ke dalam sel,” tutur Sigit.
Dalam penelitian ini, Sigit melibatkan 195 pasien kanker serviks stadium IIIB jenis sel skuamosa sejak November 2016 sampai September 2018. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Menurut Global Cancer Statistic 2018, angka kanker serviks di dunia bertambah setiap tahun. Pada 2012, tercatat ada 528.000 kasus. Angka itu bertambah pada 2018, yakni 569.847 kasus.
Badan Registrasi Kanker Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia tahun 2010 melaporkan 3.285 kasus kanker serviks dan menempatkan kanker serviks sebagai kanker nomor dua terbanyak pada perempuan setelah kanker payudara.
Tingginya angka kematian pada kanker serviks di Indonesia adalah sekitar 70 persen kasus datang pada stadium lanjut. Untuk itu, penelitian mengenai obat antikanker dibutuhkan terus-menerus. Sebab, terapi radiasi hanya mampu membunuh sepertiga sel kanker di dalam tubuh penderita.
Guru Besar Ilmu Farmasi Universitas Padjadjaran, Bandung, Sidik, yang juga hadir sebagai penguji tamu disertasi, mengatakan bahwa terdapat 19 spesies tumbuhan yang mengandung kurkumin di Indonesia. Ia mengatakan, penelitian kurkumin perlu terus dilanjutkan, khususnya untuk obat antikanker.
”Penelitian harus terus berlanjut dan berorientasi produk. Hal itu perlu agar masyarakat dapat merasakan manfaatnya melalui produk obat yang dihasilkan,” ujar Sidik.
Guru Besar Ilmu Obstetri dan Ginekologi FKUI Andrijono menyebutkan, penelitian itu perlu terus dilanjutkan sebab penderita kanker stadium lanjut sebagian besar meninggal dalam hitungan tahun.
”Sebanyak 74 persen pasien dalam stadium lanjut. Dari jumlah itu, 90 persen pasien meninggal dalam waktu dua sampai tiga tahun,” kata Andrijono.
Dengan disertasinya itu, Sigit Purbadi berhasil meraih gelar doktor di FKUI. Sigit menjadi penerima gelar doktor yang keenam di FKUI pada 2019. (SUCIPTO)