JAKARTA, KOMPAS — Komisi Nasional Hak Azasi Manusia mengingatkan hasil kerja tim gabungan dinanti dalam mengungkap pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan. Kecepatan kerja tim gabungan ini pun perlu diawasi.
Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam, dihubungi di Jakarta, pada Senin (14/1/2019), mengatakan, tim gabungan tidak hanya bertugas mengungkap pelaku penyerangan di lapangan, tetapi juga mengungkap aktor intelektual di balik peristiwa itu.
"Tim gabungan harus mampu menjawab keraguan publik atas independensi, akuntabilitas, dan kecepatan kerja polisi mengungkap kasus itu," kata Anam.
Anam menyampaikan, kasus Novel bukan tindak pidana biasa, melainkan wujud dari serangan balik koruptor kepada KPK. Oleh karena itu, lanjutnya, Presiden Joko Widodo perlu mengawasi kerja tim gabungan agar kecepatan kerjanya dapat terjamin.
Adanya pengawasan dari Presiden, menurut Anam, itu akan berkontribusi besar terhadap pengungkapan penyerangan yang dialami Novel. Pelaku penyerangan pun dapat segera ditangkap.
"Presiden bertanggung jawab mengawasi kerja tim gabungan ini, sehingga dapat mempercepat pengungkapan penyerangan yang dialami penyidik KPK, Novel," jelasnya.
Berdasarkan surat tugas nomor Sgas/3/I/HUK.6.6/2019, tim gabungan yang terdiri atas 65 orang dari berbagai unsur itu memiliki waktu kerja enam bulan sejak 8 Januari hingga 7 Juli 2019. Tugasnya, mengungkap serta menangkap pelaku dan otak di balik teror yang terjadi hampir dua tahun lalu itu. Dari 65 orang tersebut, tujuh orang adalah tim pakar akademisi dan masyarakat sipil. Kemudian, lima orang tim penyidik KPK, (Kompas, 14/1/2019).
Menurut Anam, jika polisi berhasil mengungkap kasus Novel dengan cepat, maka teror terhadap pegawai KPK tidak akan terulang. Tim gabungan harus dapat menyampaikan pesan bahwa siapa pun yang mengganggu kerja pemberantasan korupsi akan berhadapan dengan hukum.
"Saya berharap tim gabungan dapat berhasil mengungkap kasus ini sebelum enam bulan batas waktu kerja mereka," tambah Anam.
Apalagi dengan adanya penyerangan yang diarahkan ke rumah pimpinan KPK yang terjadi beberapa waktu lalu, itu pun perlu dipandang sebagai upaya mengganggu kerja KPK. "Sudah saatnya kepolisian menempatkan kasus penyerangan terhadap pegawai KPK sebagai upaya mengganggu kerja KPK dalam memberantas korupsi," terang Anam.
Menanggapi penilaian Komnas HAM, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal, menyatakan, tim gabungan yang di dalamnya juga terdapat Polri, itu tak pernah berhenti bekerja. Pengungkapan kasus penyerangan yang dialami Novel pun tidak jalan di tempat. "Sampai saat ini ratusan petunjuk sudah kami periksa saat proses penyelidikan yang lalu," katanya.
Sudah saatnya kepolisian menempatkan kasus penyerangan terhadap pegawai KPK sebagai upaya mengganggu kerja KPK dalam memberantas korupsi
Menurut Iqbal, setiap kasus memiliki karakteristik yang berbeda. Ada kasus yang memang dapat diselesaikan secara cepat, tetapi ada pula beberapa kasus yang pengungkapannya membutuhkan waktu lama.
Iqbal mengatakan, kepolisian tidak memiliki kepentingan menunda penuntasan kasus tersebut. "Tujuan kami hanya satu, yaitu meneruskan proses penyelidikan hingga tuntas," ucapnya.