Kementan Diminta Optimalkan Sektor Perkebunan dan Peternakan
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Ketua Komisi IV DPR Edhy Prabowo mengapresiasi capaian Kementerian Pertanian di sektor pangan. Ke depan, Kementerian Pertanian juga diminta fokus menggarap sektor perkebunan dan peternakan.
Edhy menyatakan, dengan anggaran 21,6 triliun pada 2019, Kementerian Pertanian (Kementan) diharap bisa mengoptimalkan anggaran itu untuk sektor perkebunan dan peternakan
“Di sektor perkebunan, kita masih impor kakao,” kata Edhy, dalam Rapat Kerja Nasional Pembangunan Pertanian 2019, Senin (14/1/2019), di Jakarta.
Berdasarkan data Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI), impor biji kakao mencapai 112.712 ton selama Januari-Mei 2018. Angka itu naik 41,2 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 79.792 ton (Kompas, Sabtu 21 Juli 2018).
Edhy melanjutkan, sektor peternakan juga harus diperhatikan, terutama sapi perah. Berdasarkan data yang ia terima, Indonesia impor 80 persen bahan baku untuk susu. Padahal, kata dia, Indonesia berpotensi untuk mengembangkan usaha sapi ternak.
“Untuk di pulau Jawa saja, Di Jawa saja, ada 10 titik ketinggian yang cocok untuk usaha sapi perah,” lanjutnya.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyatakan, pihaknya akan fokus untuk memperbaiki sektor hulu perkebunan. Menurut dia, rempah-rempah merupakan salah satu potensi besar untuk digarap.
“Ratusan tahun lalu, rempah-rempah bisa berjaya. Mengapa sekarang tidak bisa?” kata Amran.
Sesuai perintah presiden, kata Amran, pihaknya menyiapkan bibit senilai 5,5 triliun untuk dua tahun ke depan.
“Beberapa waktu lalu, kami membagikan 3 juta batang bibit untuk petani di Sungai Citarum,” lanjut dia.
Sementara untuk sapi perah, Amran meminta industri susu menyerap produksi dalam negeri dengan harga menguntungkan petani ternak. Dengan demikian, peternak akan tetap berproduksi.
Asosiasi Industri Pengolahan Susu atau AIPS memperkirakan, kebutuhan pasar susu nasional mencapai 6,5 juta ton pada tahun 2020, naik dua kali lipat lebih dibandingkan tahun 2010 yang masih 3,2 juta ton. Kebutuhan pasar tumbuh rata-rata 6,5 persen per tahun.
Akan tetapi, produksi susu dalam negeri tak optimal, malah cenderung turun porsinya dalam pemenuhan kebutuhan. AIPS memperkirakan produksi susu segar dalam negeri 5,5 persen. Artinya, jika tidak ada langkah luar biasa untuk mendongkrak produksi jauh lebih tinggi, Indonesia bakal kian terjebak di kubangan impor. ( Kompas, Kamis 10 Januari 2019).
Sebelumnya, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Ternak Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Fini Murfiani, menyatakan, populasi sapi perah tahun 2018 sebesar 580.493 ekor, dengan jumlah produksi 990,37 ribu ton. Ini hanya memenuhi 21 persen kebutuhan susu nasional. (Kompas.id Selasa 8 Januari 2019).
Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI, I Ketut Diarmita mengatakan, fokus tahun ini adalah untuk meningkatkan populasi sapi perah. Hal itu dilakukan dengan mengoptimalkan program Upaya Khusus sapi indukan wajib bunting (Upsus Siwab) sapi perah.
“Untuk mencukupi kebutuhan nasional, minimal populasi sapi perah kita harus 1 juta ekor,” kata Ketut.
Di samping itu, kualitas susu di tingkat peternak juga harus ditingkatkan. Ini untuk mengurangi lemak dalam kandungan susu tersebut. Jika kualitas bagus, produksi akan mudah terserap oleh industri. (INSAN ALFAJRI)