Kemajuan kota dan kesejahteraan warga turut bergantung pada kemampuan pemimpin kota. Kota modern saja belumlah cukup untuk disebut sebagai kota cerdas.
Wali Kota Manado Vicky Lumentut tak ragu mengakui dirinya belajar dari kota dan pemimpin kota lain sehingga memperoleh peringkat pertama kota cerdas untuk kategori kota sedang (>100.000-500.000 penduduk). Ia menyebut Surabaya, Bandung, Yogyakarta, dan Jakarta.
Belajar dari kota lain memudahkan birokrasi mengetahui apa yang perlu dibenahi. Hasilnya, antara lain, lahirlah layanan terpadu Cerdas Command Center (C3), Februari 2017. Melalui sistem itu, pemerintah kota memonitor situasi kota dan merespons keluhan warga secara cepat.
”Meski kami adopsi dari keempat kota besar itu, kami tetap berinovasi,” ujar Vicky saat penyerahan penghargaan Indeks Kota Cerdas Indonesia (IKCI) 2018 oleh Kompas di Jakarta, Rabu (9/1/2019).
Belajar pula yang dilakukan Pemerintah Kota Denpasar, penerima penghargaan kota cerdas kategori kota besar (>500.000-1 juta penduduk). Penataan Sungai (Tukad) Bindu, di antaranya, terinspirasi kebersihan Sungai Han di Seoul, ibu kota Korea Selatan.
Bermula tahun 2010, Komunitas Kali Bersih Tukad Bindu menggencarkan bersih-bersih sungai kotor dan suram itu. Dapat pendanaan pemerintah pusat dan dukungan Pemkot Denpasar, Sungai Bindu terus dibenahi.
Bantaran sungai jadi jalur pedestrian dilengkapi peralatan berolahraga dan jembatan dengan aksesori unik yang menjadi tempat berfoto. Sungai bersih dari sampah plastik atau sampah anorganik.
Itu pula yang membuat Wali Kota Denpasar Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra percaya kekuatan komunitas. ”Tanpa komunitas, pembangunan tidak berlanjut,” ujarnya.
Kota cerdas menjadi tempat belajar kota lain ataupun para pendatang untuk menimba ilmu. Kota Padang Panjang, juara kota cerdas kategori kota kecil (<100.000 penduduk), jadi tujuan belajar agama dan seni budaya di ISI Padang Panjang.
”Banyak pendatang belajar di kota kami,” kata Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dinas Sosial, Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Laswarni.
Kota Surabaya pun sama. Banyak anak muda belajar di kota dengan skor tertinggi kota cerdas kategori Kota Metropolitan (>1 juta penduduk) itu.
Keunggulan sumber daya manusia itu dapat dimaksimalkan untuk pembangunan kota. Puluhan penghargaan diperoleh Surabaya dalam enam tahun terakhir.
”Kota ini benar-benar jadi rumah warganya sehingga warga turut menjaga kota. Apalagi segala urusan mudah, murah, dan terukur. Bahkan, banyak fasilitas gratis,” kata Novianingtyastuti (48), konsultan SDM dan bisnis.
General Manager Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Harian Kompas F Harianto Santoso menilai, pemimpin kota sangat memengaruhi kemajuan kota.
Di Surabaya, misalnya, Wali Kota Tri Rismaharini adalah chief executive officer kota yang tidak sekadar membawa kota kian modern, tetapi juga menyejahterakan masyarakat.
Di tengah kian beragamnya masalah perkotaan, dituntut solusi cerdas para pemimpinnya. Dan, penghargaan IKCI ini diharap menginspirasi kota lain. Solusi cerdas berawal dari kemauan belajar, seperti diakui Wali Kota Manado. Selamat belajar.(COK/ZAK/SYA/ETA/TAN/GSA)