Mereka yang Memilih Tinggal di Apartemen? (3)
Menghuni apartemen masih dianggap barang mewah bagi sebagian warga Jakarta. Mereka menyebut ”rumah gedongan abad ke-21”. Penghuninya pun kerap diasosiasikan sebagai masyarakat kelebihan uang karena harga unit apartemen tergolong mahal.
Di sisi lain, ada pula masyarakat yang rela membayar mahal untuk tinggal di sana. Apartemen dinilai punya nilai lebih dibandingkan rumah tapak, rumah kontrakan, ataupun indekos. Dalam hal ini, jaminan keamanan dan privasi menjadi keunggulan apartemen.
Sudah lebih dari satu tahun Nirmala (26) tinggal di apartemen di Jakarta Selatan. Sebelumnya, ia indekos di dalam gang di wilayah Jakarta Barat. Ia pindah ke apartemen ketika adiknya pindah ke Jakarta.
Perubahan iklim hunian antara indekos dan apartemen dirasakan Nirmala, terlebih pada aspek keamanan. Dengan tinggal di apartemen, ia merasa keamanannya lebih terjamin.
”Keamanan tentu penting (untuk menghuni suatu tempat). Keamanan di apartemen saya selama ini memadai. Ada petugas keamanan yang berjaga 24 jam juga,” kata Nirmala, Kamis (10/1/2019) di Jakarta.
Selain itu, pemisahan ruang privat bagi penghuni dengan ruang publik juga mendukung keamanan di lingkup apartemen. Setiap kendaraan, baik milik penghuni maupun milik tamu, pun juga terdata.
Apartemen tempatnya tinggal pun dilengkapi dengan kamera keamanan yang terpasang di sejumlah titik, seperti lobi dan lift. Area hunian pun tidak bisa dimasuki sembarang orang. Hanya penghuni apartemen pemilik kartu akses yang bisa masuk ke area hunian.
Area itu berada di lantai atas. Untuk ke sana, setiap orang harus menempelkan kartu akses ke alat pemindai di dalam lift. Kartu itu pun hanya bisa terhubung ke satu lantai, yaitu lokasi unit apartemen sang penghuni. Selain aman, hal ini dinilai mendukung aspek privasi bagi penghuni apartemen.
”Tapi ada celah buat orang asing masuk area hunian. Petugas keamanan bisa saja membantu mereka yang mengaku lupa bawa kartu akses. Bisa saja orang itu mengaku-ngaku, padahal bukan penghuni,” kata Nirmala.
Petugas keamanan di apartemen pun ia nilai cepat tanggap. Pasalnya, para petugas pernah bergerak cepat memeriksa satu per satu unit apartemen di lantai tempatnya tinggal. Hal itu dilakukan karena salah satu penghuni melapor adanya bau gas di lantai tersebut.
Menurut pengamatan di lapangan, ada lebih dari dua petugas keamanan di setiap menara apartemen tersebut. Tercatat ada dua menara yang telah dihuni dan satu menara lagi sedang dibangun.
Petugas pengamanan pun berkeliling memantau kondisi apartemen selama 24 jam. Pada dini hari, ada pula sejumlah petugas keamanan yang berpatroli di sejumlah lantai apartemen.
Jaminan keamanan yang ditawarkan apartemen pun menarik Sonia (23), penghuni apartemen di Jakarta Timur. Menurut dia, tidak pernah ada tindakan kriminal sejak ia menghuni apartemen itu sejak 2013.
”Parkir mobil di luar pun aman. Padahal, apartemennya sejajar dengan terminal di Pulogadung yang rawan kejahatan. Yang bisa masuk ke area hunian pun juga hanya tamu penghuni. Soalnya, naik ke lantai atas harus pakai kartu akses,” kata Sonia.
Selain aman, menurut dia, tinggal di apartemen tergolong praktis. Ia tidak perlu mengeluarkan biaya dan waktu lebih untuk merawat taman. Selain itu, ada pula swalayan, apotek, dan warung makan di lantai bawah apartemen.
Interaksi warga
Masyarakat yang tinggal di apartemen kerap diasosiasikan sebagai warga individualis. Tidak semua penghuni mengenal tetangga di sekitar unitnya. Bahkan, belum tentu setiap hari mereka berpapasan satu sama lain.
Di salah satu apartemen di Jakarta Selatan, para penghuni baru bisa bertatap muka pada pagi hari, yaitu saat para penghuni pergi bekerja. Tatap muka itu biasanya terjadi di lift dan lobi. Namun, belum tentu komunikasi langsung yang terjadi saat itu.
Komunikasi biasanya terjadi sekitar pukul 10.00 di lobi. Biasanya, para pengasuh mengajak anak-anak yang dijaganya bermain di sekitar lobi ketika orangtua anak tersebut bekerja. Interaksi biasanya terjadi antara anak-anak dan para pengasuh.
Menjelang malam, suasana lobiapartemen kembali ramai. Sejumlah penghuni duduk di sofa yang tersedia. Ada yang mengobrol dengan sesama penghuni, tetapi ada pula yang hanya duduk dan memainkan gawai yang dibawa.
Selain lobi, para penghuni juga menggunakan selasar untuk bercengkerama dengan orang lain. Selasar itu lokasinya semiterbuka dan dekat dengan kolam renang. Di sana, para penghuni berkumpul pada malam hari sambil bermain catur hingga dini hari.
Sejumlah kegiatan juga diselenggarakan untuk para penghuni, misalnya shalat Jumat berjemaah dan olahraga pilates. Kegiatan lain berupa bazar yang diadakan sekitar satu bulan sekali di selasar apartemen yang diadakan akhir pekan. Sebagian penghuni memanfaatkan acara itu dengan meramaikan bazar. Pada kesempatan ini, interaksi antarpenghuni terjadi.
Dengan cara ini, sebagian penghuni merasa cukup terpenuhi kebutuhan interaksinya. Sebagian masih belum. (SEKAR GANDHAWANGI)