JAKARTA, KOMPAS – Pembiayaan utang dari pinjaman luar negeri menurun dari Rp 92,5 triliun pada 2018 menjadi Rp 62,2 triliun pada 2019. Pinjaman bilateral dengan tenor jangka panjang mesti diprioritaskan untuk mengurangi beban pembiayaan bunga utang.
Direktur Pinjaman dan Hibah Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Scenaider CH Siahaan kepada Kompas, Senin (14/1/2018), mengatakan, penarikan pinjaman tahun ini sebesar Rp 62,2 triliun atau 7,4 persen dari total kebutuhan pembiayaan Rp 833,9 triliun. Pada 2018, penarikan pinjaman 11,6 persen dari total kebutuhan Rp 799,7 triliun.
Penarikan pinjaman luar negeri ini berasal dari bilateral dan multilateral. Keputusan pemerintah menurunkan penarikan pinjaman luar negeri disesuaikan dengan kebutuhan. Namun, jika ada tambahan kebutuhan mendesak yang perlu dibiayai dari pinjaman, penarikan pinjaman luar negeri itu sangat mungkin ditingkatkan.
“Peningkatan pinjaman mungkin karena ada aturan tentang fleksibilitas penarikan pinjaman dalam UU APBN,” kata Scenaider.
Berdasarkan data yang dirilis Bank Indonesia, utang luar negeri pemerintah per Oktober 2018 sebesar 175,352 miliar dollar AS. Berdasarkan nilai tukar Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, Senin, yang sebesar Rp 14.052 per dollar AS, utang itu setara Rp 2.464 triliun.
Utang luar negeri pemerintah terdiri dari pinjaman 54,348 miliar dollar AS dan surat utang 121,004 miliar dollar AS. Adapun pinjaman bilateral 21,976 miliar dollar AS dan pinjaman multilateral 29,351 miliar dollar AS.
Ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual, berpendapat, pembiayaan utang dari pinjaman atau surat utang ada positif dan negatifnya. Pembiayaan utang dari pinjaman luar negeri, terutama pinjaman bilateral, lebih murah karena pengaruh dari fluktuasi nilai tukar relarif rendah. Namun, pinjaman bilateral ini sulit didapatkan karena persyaratan dan pengawasan ketat.
“Pembiayaan utang dari pinjaman harus digunakan untuk program yang berorientasi mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata David.
Menurut David, struktur pembiayaan utang harus optimal. Kendati komposisi penerbitan surat utang lebih besar dibandingkan pinjaman, tetapi pemanfaatan tetap harus berorientasi pada pertumbuhan ekonomi bukan peningkatan subsidi. Pembiayaan utang dari penerbitan surat utang lebih rentan terhadap fluktuasi nilai tukar sehingga akan membebani bunga utang.
Pembiayaan utang dari pinjaman harus digunakan untuk program yang berorientasi mendorong pertumbuhan ekonomi, bukan peningkatan subsidi.
Dalam laporan terbaru Moodys Investor Service, peringkat utang negara kawasan Asia Pasifik pada 2019 diproyeksikan stabil. Kondisi ini mencerminkan ekspektasi positif terhadap kondisi utang negara yang dapat tumbuh dalam 12-18 bulan ke depan.
Laporan Moodys menyebutkan, kualitas pinjaman negara akan ditopang fundamental dometik yang kuat termasuk peningkatan pendapatan dan daya saing, cadangan devisa yang mencukupi, serta simpanan domestik dalam jumlah besar.
Strategipembiayaan
David menambahkan, strategi pembiayaan utang harus tetap hati-hati apalagi ketidakpastian ekonomi global masih membayangi tahun ini. Pembiayaan utang dari pinjaman bilateral bisa jadi pilihan pemerintah karena lebih murah, tetapi upaya mendapatkannya tidak mudah.
Selain itu, porsi surat berharga negara valuta asing bisa yang saat ini 37 persen agar diturunkan. “Penerbitan SBN valas cukup tinggi dibandingkan Malaysia dan Thailand. Porsinya bisa dikurangi sampai 20 persen dengan memperbanyak SBN ritel,” kata David.
Selain pinjaman bilateral, pembiayaan utang tenor jangka panjang juga bisa diperoleh dari pinjaman bank sentral asing, perusahaan asuransi, atau pensiun. Daya tahan perekonomian domestik juga bisa diperkuat dengan meningkatkan tabungan domestik yang bersumber dari dana pensiun atau BPJS Kesehatan.
Pembiayaan utang dalam APBN 2019 sebesar Rp 359,3 triliun, lebih rendah daripada realisasi APBN 2018 yang sebesar Rp 366,7 triliun.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira mengatakan, pemerintah dapat beralih ke instrumen pinjaman bilateral untuk mengurangi beban pembiayaan bunga utang. Pengalihan ke pinjaman ini agar ada korelasi beban bunga utang dengan besarnya porsi SBN. Pinjaman tidak akan menjadi masalah selama pemerintah selektif memilih konsekuensi.