JAKARTA, KOMPAS — Rendahnya serapan garam rakyat di sejumlah sentra produksi diduga turut dipicu masih banyaknya stok garam impor di pabrik dan industri pengolahan. Tanpa pengendalian impor, garam rakyat dikhawatirkan akan terus tergerus garam impor.
Ketua Himpunan Masyarakat Petani Garam (HMPG) Jawa Timur Muhammad Hasan, akhir pekan lalu, menyatakan, serapan garam rakyat selepas musim produksi, Juni-November 2018, hingga kini masih rendah. Biasanya, memasuki pergantian tahun, tingkat serapan garam rakyat sudah mencapai 80 persen dari stok, dan sisanya 20 persen akan terserap memasuki musim kemarau. Namun, hingga saat ini garam baru terserap sekitar 60 persen.
Serapan garam berjalan untuk segelintir perusahaan, sedangkan sebagian besar perusahaan menutup penyerapan garam rakyat.
Pihaknya meminta agar pemerintah segera memverifikasi stok garam serta menata ulang kebijakan impor garam tahun ini agar tidak menggerus hasil panen garam rakyat. Impor garam untuk keperluan industri harus menyesuaikan dengan stok garam, baik stok perusahaan maupun stok garam, di petambak dan PT Garam (Persero).
”Kebijakan impor tahun sekarang harus sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas terpasang pabrik, serta stok yang ada, dan bukan menyesuaikan keinginan (pabrik),” ujar Hasan.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), produksi garam per Desember 2018 sebesar 2.719.256 ton, meliputi garam rakyat 2.349.630 ton dan PT Garam (Persero) 369.626 ton. Data Himpunan Masyarakat Produsen Garam Indonesia (HMPGI) menunjukkan, stok garam rakyat yang belum terserap hingga akhir tahun 2018 berkisar 800.000 ton.
Menurut Hasan, kapasitas gudang garam nasional yang dibangun KKP untuk menerapkan resi gudang garam belum optimal menyerap garam rakyat. Saat ini, hasil panen garam rakyat di Madura minim terdistribusi ke gudang garam nasional.
Gelar verifikasi
Jumlah gudang garam nasional tercatat baru 12 gudang, yakni di Cirebon, Indramayu, Pati, Brebes, Demak, Rembang, Tuban, Sampang, Pamekasan, Pangkep, Bima, dan Kupang. Tahun 2018, pemerintah menambah 6 gudang garam nasional, yakni di Pidie jaya (Aceh), Karawang (Jawa Barat), Lamongan, Sumenep (Jawa Timur), Sumbawa (Nusa Tenggara Barat), dan Jeneponto (Sulawesi Selatan).
Hingga November 2018, baru 6 gudang garam nasional yang mengoperasikan resi gudang dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), yakni Pati, Indramayu, Cirebon, Pangkep, Rembang, dan Tuban.
Kapasitas gudang garam nasional yang tersedia masing-masing 2.000 ton atau ditaksir hanya bisa menampung serapan garam maksimal 6.000 ton per tahun. Padahal, dengan stok garam sekitar 800.000 ton, dibutuhkan daya tampung per gudang setidaknya 40.000 ton per tahun.
Sementara itu, pemerintah berencana melakukan verifikasi stok garam akhir tahun 2018 di beberapa sentra produksi garam, serta industri pengolah dan pengguna garam. Dalam surat yang dilayangkan Asisten Deputi Peternakan dan Perikanan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Jafi Alzagladi kepada kementerian/lembaga, dinas daerah, dan industri pengolah garam tanggal 4 Januari 2019, pelaksanaan verifikasi stok garam dijadwalkan berlangsung mulai 9 Januari hingga 25 Januari 2019.
Secara terpisah, Direktur Operasi PT Garam Hartono mengemukakan, PT Garam tahun ini menargetkan penyerapan garam rakyat sebesar 135.000 ton. Sebagian garam rakyat dinilai telah memenuhi standar kualitas untuk kebutuhan industri, antara lain industri makanan dan minuman.
Belum jelas
Sekretaris Umum Badan Pengurus Pusat Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Cucu Sutara mengatakan, target penyerapan garam rakyat tahun 2018 berkisar 1,4 juta ton hingga 1,5 juta ton. Namun belum diketahui data pasti total realisasi penyerapan garam rakyat oleh anggota AIPGI sepanjang tahun 2018.
”Angka terakhir beberapa waktu lalu serapan garam rakyat 700.000 ton sekian. Saya belum dapat angka sampai akhir Desember 2018 kemarin,” kata Cucu Sutara di Subang, Jawa Barat, ketika dihubungi dari Jakarta, Minggu (13/1/2019).
Berdasarkan catatan AIPGI, pada kondisi panen garam bagus industri pengguna garam di Indonesia selama ini rata-rata menyerap 1 juta hingga 1,5 juta ton garam dari dalam negeri. Pada 2017, ketika panen gagal, serapan garam sekitar 525.000 ton (Kompas, 19/3/2018).
Berdasarkan catatan Kompas, pada 5 April 2018 sebanyak 100 petani/kelompok petani dan 10 industri pengolah menandatangani nota kesepahaman penyerapan garam oleh industri di kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Sebanyak 10 perusahaan pengolahan berkomitmen menyerap sekitar 1,5 juta ton garam yang diproduksi petani garam dalam negeri tahun ini.
Sementara itu, ketika ditanya terkait impor garam industri, Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono, Minggu (13/1/2019), mengatakan, realisasi persis impor garam kebutuhan sektor industri sepanjang tahun 2018 dapat ditanyakan kepada Kementerian Perdagangan. Adapun rencana impor garam tahun 2019, sesuai hasil rapat koordinasi, adalah 2,7 juta ton.