Bawaslu Diminta Telusuri Pendanaan Kampanye Para Kandidat
Oleh
Ingki Rinaldi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah organisasi nonpemerintah, yaitu Auriga, Greenpeace, Indonesia Corruption Watch, dan Jaringan Advokasi Tambang, Selasa (15/1/2019), mengadakan aksi di depan Gedung Badan Pengawas Pemilu, Jakarta. Mereka meminta Bawaslu menelusuri pendanaan para kandidat yang berkontestasi di Pemilihan Presiden 2019, selain yang sudah dilaporkan para kandidat itu secara resmi ke Komisi Pemilihan Umum.
Juru bicara aksi bertajuk ”Berani #bersihkan Indonesia dari Coalruption” itu, Muhammad Iqbal Damanik, mengatakan, berdasarkan riset yang dilakukan Auriga, kedua pasang kandidat yang berkontestasi di Pemilihan Presiden 2019 diduga punya kaitan dengan aliran dana dari industri ekstraktif batubara.
Iqbal melihat, dugaan aliran dana dari industri ekstraktif batubara dengan sebagian praktiknya yang merusak lingkungan itu sebagian bersifat tidak langsung. Sebagian lagi berupa sokongan yang diindikasikan berasal dari pengusaha pertambangan batubara.
Di luar yang dilaporkan ke KPU. Jika (aliran dana) dibuka, kita sama-sama bisa melihat siapa pendukungnya.
Ia mempertanyakan komitmen kedua pasang calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam membersihkan dana pencalonan dan kampanye dari intervensi industri ekstraktif batubara.
”Di luar yang dilaporkan ke KPU. Jika (aliran dana) dibuka, kita sama-sama bisa melihat siapa pendukungnya, lalu pemilih itu lebih dicerdaskan. Masyarakat juga bisa mengawasi,” sebut Iqbal.
Pada Rabu (2/1/2019), tim dari setiap capres-cawapres telah menyerahkan laporan penerimaan sumbangan dana kampanye (LPSDK) ke KPU. Dalam dokumen LPSDK yang diserahkan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, tercatat total penerimaan Rp 54,05 miliar.
Sementara itu, Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin menyerahkan LPSDK dengan total penerimaan dana kampanye Rp 55,987 miliar. Dalam ikhtisar dokumen-dokumen dari kedua pasangan calon tersebut, tidak terdapat adanya catatan mengenai aliran dana sumbangan yang berasal dari industri ekstraktif batubara.
Damai
Aksi yang dilakukan sejumlah pegiat gerakan masyarakat sipil itu berlangsung damai dan lancar. Aksi teatrikal dilakukan dengan kehadiran empat tokoh dengan wajah dibungkus topeng tiga dimensi berbentuk tikus yang masing-masing menumpangi dua mobil mewah.
Keempatnya terbagi menjadi dua pasang karakter tikus berkostum putih dan hitam. Setiap karakter tikus itu membawa karung bertuliskan ”coalruption” yang berisikan tiruan uang-uang kertas dengan nominal Rp 100.000 yang kemudian dihambur-hamburkan di tengah aksi.
Ada indikasi bahwa elite politik nasional terkait dengan aliran dana industri ekstraktif batubara.
Regional Climate and Energy Campaign Coordinator Greenpeace Indonesia, Tata Mustasya menuturkan, ada indikasi bahwa elite politik nasional terkait dengan aliran dana industri ekstraktif batubara. Hal itu tidak terlepas dari lanskap desentralisasi dan korupsi politik yang turut memungkinkan elite politik di daerah menerbitkan izin pertambangan sebagai bagian pendanaan politik.
Tata menyebutkan, ini di antaranya terindikasi dari kenaikan tajam izin pertambangan dari 750 izin pada pertengahan 2001 menjadi lebih dari 10.000 izin pada tahun 2010. Hampir setengahnya merupakan izin pertambangan batubara.
Pada kesempatan itu, Tata menyerahkan dokumen kajian setebal 50 halaman berjudul ”Coalruption: Elite Politik dalam Pusaran Bisnis Batubara” oleh koalisi #Bersihkan Indonesia yang terdiri atas Auriga, Greenpeace, Jatam, dan ICW. Dokumen itu diterima Kepala Satuan Pengamanan Bawaslu Nandang Suswandiri.
Anggota Bawaslu, M Afifuddin, mengapresiasi aksi itu. Informasi yang diberikan yang akan menjadi petunjuk awal bagi Bawaslu untuk didalami. ”Kami akan senang kalau ada informasi awal atau informasi lain yang membuat kita punya petunjuk untuk mendalami. (Seperti) apa yang tadi disampaikan teman-teman (koalisi masyarakat sipil) misalnya,” ujar Afifuddin.
Ia menambahkan, pada Rabu (16/1/2019), pihaknya akan bertemu dengan anggota Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melakukan pendalaman atas penerimaan dan pengeluaran sumbangan dana kampanye yang sebelumnya telah dilaporkan setiap tim ke KPU.
Menanggapi hal tersebut, Bendahara TKN Jokowi-Ma’ruf, Wahyu Sakti Trenggono, mengatakan, tidak ada hal yang ditutupi dari semua hal yang dicatat dan dilaporkan pada KPU terkait penerimaan dan pengeluaran dana kampanye.
”Kalau soal transparansi, kita sangat transparan dan laporan sudah diberikan ke KPU. Jika ada yang tidak sesuai, prosedurnya KPU akan melakukan audit, begitu menurut peraturan KPU,” kata Wahyu.
Adapun Bendahara Umum BPN Prabowo-Sandiaga, Thomas Djiwandono, ketika ditanya mengenai hal itu menyatakan akan membicarakannya pada esok hari, ”Besok, ya, kita bicara. Saya ada beberapa hal lainnya hari ini,” kata Thomas lewat aplikasi layanan percakapan.