Demonstrasi di Zimbabwe, Beberapa Orang Tewas dan 200 Ditangkap
Oleh
Benny Dwi Koestanto
·3 menit baca
HARARE, SELASA — Beberapa orang tewas dan 200 orang ditangkap dalam demonstrasi massa yang marah ke aparat keamanan di Zimbabwe, Senin (14/1/2019) siang hingga sore waktu setempat. Aksi massal pecah dua hari setelah pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak dua kali dari sebelumnya.
Polisi menembakkan gas air mata di ibu kota Harare dan kota terbesar kedua, Bulawayo, sebab pengunjuk rasa memblokade jalan, membakar ban, dan melemparkan batu kepada aparat. Mereka juga menyanyikan lagu-lagu bernada menentang Presiden Emmerson Mnangagwa, yang menaikkan harga BBM dengan harapan dapat mengatasi krisis ekonomi terburuk dalam satu dekade ini.
Menteri Pertahanan dan Keamanan Owen Ncube mengatakan, beberapa orang meninggal dalam aksi unjuk rasa itu, tetapi ia tidak memberikan penjelasan rinci terkait hal itu. Namun, ia mengaku, lebih dari 200 orang ditangkap. Ia menuding oposisi dan kelompok hak asasi manusia mengobarkan kerusuhan.
”Sayang sekali, aksi ini telah mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan harta benda, termasuk korban luka di kalangan polisi dan anggota masyarakat. Penyelidikan penuh sedang dilakukan,” kata Ncube dalam sebuah pernyataan.
Pihak berwenang ingin menghindari terulangnya kekerasan pascapemilihan pada Agustus 2018, di mana saat itu 6 orang tewas setelah tentara terlibat.
Forum HAM negara itu mengatakan, pihaknya telah menerima laporan bahwa lima orang mengalami luka tembak. Gerakan Oposisi untuk Perubahan Demokrasi mengatakan, kantornya di Harare dibakar orang pada Senin malam tetapi api telah padam. Tidak disebutkan siapa di balik serangan itu.
Presiden dinilai gagal
Pengunjuk rasa tidak terhalang kala memblokade sejumlah jalan di Harare setelah keputusan pemerintah menaikkan harga BBM pada akhir pekan lalu untuk menyelamatkan kemerosotan nilai mata uang negara itu. Anak-anak berseragam sekolah bergabung dalam aksi protes karena masyarakat menilai Zimbabwe sedang jatuh ke dalam krisis ekonomi terburuk dalam satu dekade.
Sejumlah saksi mata mengungkapkan aparat polisi juga menembakkan gas air mata ke puluhan demonstran di pusat kota Bulawayo, kota terbesar kedua di Zimbabwe. Kota itu merupakan pusat gerakan oposisi terhadap pemerintah.
Banyak warga di jalanan mengarahkan kemarahan mereka kepada Presiden Mnangagwa, yang mengambil alih kekuasaan setelah pemimpin lama Robert Mugabe terpaksa mengundurkan diri pada November 2017 tetapi belum memenuhi janji untuk menghidupkan kembali perekonomian. ”Mnangagwa telah gagal, dia harus pergi,” teriak seorang pengunjuk rasa.
Pengunjuk rasa lain meneriakkan slogan-slogan oposisi dan menyanyikan lagu-lagu yang mengecam Mnangagwa, mantan orang kepercayaan Mugabe yang terpilih sebagai presiden dalam pemilihan tahun lalu yang oleh oposisi dicap curang.
”Dia berbohong bahwa hidup kita akan membaik, tetapi keadaan nyatanya semakin memburuk dari hari ke hari sejak dia mengambil alih. Harga telah meningkat setiap hari,” kata pengunjuk rasa, Judith Chamambo.
Sebagian besar bisnis di pusat Harare tutup. Beberapa dibuka secara singkat tetapi telah ditutup pada tengah hari. Pemilik gerai pun meminta para pekerja untuk pulang.
Polisi antihuru-hara mengerahkan helikopter untuk memantau keadaan dari udara di pusat kota Harare. Toko-toko dan kegiatan bisnis lainnya tutup lebih awal. Sekolah-sekolah juga meminta orangtua untuk segera menjemput anak-anak mereka karena khawatir akan adanya kekerasan yang lebih besar.
Banyak warga yang harus berjalan kaki karena mereka tidak mampu membayar harga yang dikenakan oleh beberapa kendaraan angkutan umum di jalan.
Polisi setempat memang dikerahkan dalam jumlah besar. Kongres Serikat Buruh Zimbabwe, federasi buruh terbesar di negara itu, menyerukan pemogokan tiga hari pada pekan ini.
Sebagian besar bentrokan dilaporkan terjadi di pinggiran Harab’s Mabvuku dan Epworth, di mana penduduk membarikade jalan dan mencegah kendaraan angkutan umum beroperasi. Beberapa orang melempari mobil dengan batu.
Juru bicara pemerintah Nick Mangwana mengatakan oposisi, kelompok sipil dan beberapa organisasi asing sedang mencoba menggunakan isu terkait kekurangan bahan bakar dan kenaikan harga untuk menggulingkan pemerintah.
Oposisi utama partai MDC, beberapa kelompok non-pemerintah, dan aktivis terkemuka Evan Mawarire mengatakan mereka mendukung aksi-aksi warga itu. (AP/AFP/CAL)