JAKARTA, KOMPAS — Isu kehutanan masih dipandang sebelah mata dan belum menjadi pembicaraan menarik pada kontestasi politik jelang pemilihan presiden mendatang. Memanfaatkan waktu beberapa bulan ini, Golongan Hutan mengajak kaum milenial yang diperkirakan sekitar 40 persen dari jumlah pemilih pada April 2019 untuk mencari tahu isu-isu sumber daya hutan.
Langkah ini pun mendorong agar perbincangan politik keluar dari isu tak substansif yang malah menimbulkan perpecahan. Kaum milenial diajak memikirkan hutan beserta isi dan fungsinya yang menjadi penopang kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya di Bumi.
”Golongan Hutan ini inisiatif sejumlah NGO (lembaga swadaya masyarakat) yang gelisah karena korupsi sumber daya alam yang menggila. Kita miris karena pengelolaan sumber daya alam yang koruptif,” kata Khalisah Khalid, Koordinator Golongan Hutan, Selasa (15/1/2019), di Jakarta.
Golongan Hutan ini diinisiasi oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Kemitraan/Partnership, Greenpeace, Change.org, EcoNusa, Rekam Nusantara Foundation, HuMa, Yayasan Madani Berkelanjutan, dan Coaction Indonesia. Mereka meluncurkan #GolHut yang memberi ruang informasi serta penyaluran aspirasi/pertanyaan kaum muda terkait hutan kepada penyelenggara pemilu (Komisi Pemilihan Umum), partai, pasangan calon, ataupun tim pemenangan/badan pemenangan.
Khalisah Khalid menekankan bahwa kehilangan hutan di masa kini akan berdampak langsung bagi masa depan kaum milenial yang bakal melanjutkan pengelolaan sumber daya alam di masa mendatang. Karena itu, ia mengajak kaum milenial untuk aktif memperjuangkan masa depan dengan turut serta melakukan pengawasan dan pemantauan dan menjadi pemilih yang cerdas.
”Mari paksa para kandidat untuk berpihak pada pengelolaan hutan Indonesia,” kata dia.
Diskusi
Dalam peluncuran itu, Golongan Hutan mengadakan diskusi dengan menghadirkan pembicara Saras Dewi (dosen Filsafat Lingkungan Universitas Indonesia), Farahdina Al-Anshori (caleg Nasdem/Tim Pemenangan Jokowi-Maaruf Amin), dan Abdu Karim Rahanar (Sekretaris Gerakan Indonesia Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga Uno).
Saras Dewi mengatakan, kaum muda jangan apatis terhadap politik. Apalagi setiap pilihan politik membawa dampak pada berbagai aspek kehidupan mendasar, seperti lingkungan, kesehatan, pendidikan, dan ekonomi.
Terkait politik lingkungan, keterlibatan anak muda bisa dilakukan dengan ambil bagian dalam pengawasan terhadap perizinan ataupun aktivitas pemegang izin. ”Manusia yang punya akal sehat dan tanggung jawab merupakan representasi dari hutan. Tanggung jawab kita untuk memberi keadilan hak ekologis juga pada hutan,” katanya.
Sementara Karim dan Farahdina sama-sama menyatakan kaum milenial bagian penting dari pesta demokrasi dan bisa mengambil bagian memperjuangkan isu lingkungan, khususnya hutan, kepada calon presiden-wakil presiden. Mereka pun terbuka untuk berkomunikasi dan mengajak kaum muda bertukar pikiran terkait masa depan hutan Indonesia.