Udin (50), warga RT 012 RW 013, Kelurahan Clincing, Marunda, Jakarta Utara, sigap melepas cangkul yang sedang dipakai untuk menata permukaan tanah di seberang lapak jualan yang dipenuhi buah durian saat didatangi wartawan. Ia dengan sabar menjawab pertanyaan para pekerja pers dan menunjukkan tempat pembuangan tanah yang diduga limbah minyak berbahaya.
Limbah minyak itu berada di tepi Kanal Timur RT 004 RW 012 Desa Segara Makmur, Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, atau di perbatasan Kabupaten Bekasi dan Jakarta Utara. Pada Kamis (10/1/2019) sekitar pukul 12.00 WIB, kaki tiga anak berusia 8 tahun terbakar dan melepuh saat bermain di tanah lapang yang dipenuhi timbunan tanah.
Kasus itu, seolah-olah menjadi puncak dari kekhawatirannya pada tumpukan tanah tak bertuan yang tiba-tiba muncul pada pagi hari di sekitar lingkungannya. Selama ini, mereka hanya mendengar bunyi truk yang lalu lalang pada tengah malam hingga dini hari.
”Semoga kasus ini membuka mata pemerintah menertibkan pembuangan tanah yang sering terjadi. Banyak warga yang selama ini memanfaatkan tanah itu,” katanya, Senin (14/1/2019).
Kekhawatiran serupa juga dirasakan Damayati (35), warga lain yang berjualan tak jauh dari lokasi limbah minyak itu, atau hanya berjarak sekitar 50 meter. Tanpa menjawab pertanyaan wartawan, ia berulang kali bertanya apakah limbah itu berbahaya? Bagaimana jika limbah itu terhirup? Perlukah menjauh dari lokasi saat ini?
Di tempat lain, Mulia Sari (76), yang selama ini menjaga lokasi itu, mengakui, tumpukan tanah itu sudah tersimpan hampir satu tahun. Selama ini, tanah itu sering mengeluarkan asap. Namun, tak pernah ia pedulikan dan mengira proses penguapan biasa yang terjadi pada tanah.
”Saya baru tahu bahwa tanah itu panas saat ada bocah yang terbakar,” kata lelaki Indramayu, Jawa Barat, itu.
Bergelembung
Kemarin, di lokasi tempat tiga anak dengan inisial MBW, RSPD, dan MR yang masih berusia 8 tahun dan kakinya melepuh itu sudah terpasang garis polisi. Sekitar pukul 16.00, sejumlah aparat Gegana Polisi Republik Indonesia mengambil sebagian dari tanah itu untuk diteliti.
Permukaan tanah itu pecah-pecah, berwarna hitam pekat, dan mengeluarkan bau busuk. Air yang tergenang di sebagian tumpukan tanah itu bergelembung dan bercampur minyak. Hawa di sekitar lokasi juga terasa lebih hangat.
Permukaan tanah itu lebih kering dibandingkan tumpukan tanah lain yang disimpan berdekatan dengan tanah berwarna hitam pekat itu. Informasi dari warga, tanah yang berada di lokasi itu merupakan bekas tanah batubara. Namun, tak ada yang tahu dari mana tanah itu berasal.
Kepala Polsek Tarumajaya Ajun Komisaris Agus Rohmat, Senin, mengatakan, limbah itu diduga tahi minyak atau batu bara. Polisi telah berkoordinasi dengan instansi terkait di Kabupaten Bekasi untuk menyelidiki jenis limbah berbahaya itu (Kompas, 15/1/2019).
Pembuang limbah sembarangan dapat dikenai Pasal 360 KUHP karena kelalaiannya menyebabkan orang lain mengalami luka berat. Saat ini Polsek Tarumajaya masih menyelidiki pemilik lahan kosong itu.
Kasus ini menambah catatan pembuangan limbah berbahaya yang kian marak di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Baru sekitar satu pekan yang lalu, warga Marunda, dihebohkan oleh pembuangan limbah bahan berbahaya dan beracun dari industri minyak goreng. Kegiatan itu juga dilakukan pada malam hari.
Masih di Jakarta Utara, Kelurahan Rorotan, Kecamatan Clincing, ada warga yang memanfaatkan pasir diduga limbah berbahaya. Lokasinya berada di seberang Kanal Timur, tepatnya di sebuah tempat penampungan pasir dan tanah. Tak jauh dari tempat itu atau sekitar 6 kilometer, ada juga tumpukan pasir serupa, (Kompas.id, 9/1/2019). (STEFANUS ATO)