JAKARTA, KOMPAS — Dampak dari disrupsi digital semakin dirasakan oleh para pelaku usaha di Indonesia. Hal tersebut memberi tantangan berbagai pelaku bisnis agar semakin inovatif menghadapi tantangan zaman.
Topik itu mengemuka dalam diskusi ”Redesain Bisnis Melalui Inovasi dan Teknologi” di Jakarta, Selasa (15/1/2019). Ketua Komite Tetap Pengembangan Ekspor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Handito Joewono mengatakan, perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat menjadi faktor kuat pendorong terjadinya disrupsi.
”Kecepatan teknologi menjadi hal yang memaksa pelaku usaha untuk mendesain ulang pola bisnis dengan menyertakan digitalisasi,” kata Handito.
Ia mencontohkan, era perusahaan dengan berbagai jasa daring turut mengubah perilaku konsumen. Riset Lembaga Morgan Stanley berjudul ”Disruption Decoded: Digital Disruption in Indonesia” mencatat, penetrasi ponsel pintar di tahun 2018 yang mencapai 50 persen diperkirakan meningkat hingga 97 persen pada 2027 (Kompas, 7/5/2018).
Menurut Direktur Niaga PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Pikri Ilham Kurniansyah, perubahan perilaku konsumen perlu dijawab dengan pendekatan yang lebih intens. Sebagai contoh, pihaknya saat ini berusaha melakukan pendekatan dengan digitalisasi, personalisasi, dan menambahkan pengalaman berbeda kepada konsumen.
PT Garuda Indonesia tahun lalu mengadakan penerbangan dengan konsep tahun 1970-an. Pikri mengatakan, hal itu merupakan upaya untuk menarik target konsumen di kalangan pebisnis usia 40 tahun ke atas.
”Konsep penerbangan itu menarik sebanyak 1.600 pelanggan maskapai. Dari target usia 40 tahun ke atas, mereka juga turut mengajak anggota keluarga sebagai ajang reuni,” ucap Pikri.
Di lain tempat, pendekatan kepada pengguna secara digital dilakukan PT Samsung Electronics Indonesia. Samsung meluncurkan ulang portal digital Samsung.com sebagai situs pemenuhan informasi produk sekaligus sebagai portal penjualan.
Corporate Marketing Director Samsung Electronics Indonesia Elvira Jakub mengatakan, ada potensi dari jumlah pengunjung situs Samsung.com. Dari sekitar 60 juta pengunjung situs selama 2018, sebagian besar memanfaatkan situs tersebut untuk cek fitur barang saat sebelum dan sesudah beli.
Mengutip data statista.com, Online Business Senior Manager Samsung Electronics Indonesia Sintara Nyotowijoyo mengatakan, 80 persen pengguna internet dunia saat ini cenderung membeli barang secara daring. Sementara di Indonesia, ia mengatakan 36 persen dari populasi penduduk memiliki kecenderungan serupa.
”Rata-rata pertumbuhan sektor e-dagang Indonesia jumlahnya 21 persen tiap tahun. Kami merasa perlu berkontribusi walau tidak menargetkan angka tertentu di tahun 2019,” ujar Sintara dalam konferensi pers.
Sintara mengatakan, kehadiran situs Samsung.com sebagai portal penjualan produk akan memberi pengalaman baru bagi pengguna. Saat membeli barang di portal tersebut, pengguna dijamin dengan asuransi produk, pengiriman barang secara gratis, dan dapat dilacak lewat situs.
Menjawab tantangan ekspor
Handito mengatakan, tantangan disrupsi seperti impor barang yang dipicu bisnis e-dagang perlu diatasi. Pelaku usaha di satu sisi juga perlu disadarkan, adanya teknologi e-dagang juga dapat memfasilitasi ekspor.
Melalui program Gerakan Ekspor Nasional (GEN), Kadin berusaha menyadarkan pelaku usaha lokal bahwa kegiatan ekspor mungkin dilakukan. Gerakan ini turut membantu kegiatan ekspor pelaku usaha dari hal perizinan serta urusan logistik.
”Dari sistem logistik, saya akui biaya masih mahal. Tapi usaha kita tidak boleh terhenti hanya karena hal ini,” kata Handito. (Aditya Diveranta)