JAKARTA, KOMPAS — Pidato politik calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto, berjudul ”Indonesia Menang” yang disampaikan pada Senin (14/1/2019) malam di Jakarta dinilai belum cukup menyampaikan gagasan menyentak publik. Meski demikian, pidato ini menjadi awal yang baik dalam dialektika kampanye jelang Pemilihan Presiden 2019.
Pilpres 2019 akan diikuti capres-cawapres nomor urut 01, Joko Widodo-Ma’ruf Amin, dan capres-cawapres nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Kedua pasangan calon presiden akan mengikuti debat perdana yang diselenggarakan KPU pada Kamis (17/1/2019).
Guru Besar Psikologi Politik Universitas Indonesia Hamdi Muluk, yang dihubungi dari Jakarta, Selasa (15/1/2019), menilai, secara umum Prabowo masih berada pada tataran mendelegitimasi pemerintahan saat ini dengan retorika dan intonasi berapi-api. Perhatian dari masyarakat dan media yang terpusat pada figur Prabowo dalam pidato tersebut dikhawatirkan belum dapat dikapitalisasi dengan optimal.
Menurut Hamdi, belum ada gagasan yang dalam pidato tersebut yang lebih baru dibandingkan pernyataan-pernyataan Prabowo sebelumnya. Durasi yang terlampau panjang pun dinilai membuat orang tidak begitu menyimak pidato.
Padahal, menurut Hamdi, sebaiknya Prabowo sebagai seorang penantang dalam pilpres harus dapat memanfaatkan dengan baik segala perhatian publik. Hal ini menjadi penting karena seorang penantang ”belum melakukan sesuatu” dibandingkan petahana. Untuk itu, penantang harus dapat mengeluarkan ide-ide yang orisinal dan kreatif serta dapat membuka mata banyak orang.
”Ini seharusnya dijadikan momen untuk mengeluarkan pidato yang kuat. Kuat ini berarti substansi yang baru dan menyentak dan tidak pernah terpikir sebelumnya,” kata Hamdi.
Dalam pidato selama hampir sekitar 1,5 jam, Prabowo menyampaikan gagasan yang menitikberatkan reorientasi pembangunan Indonesia. Namun, dalam kesempatan itu, Prabowo masih menyampaikan berbagai hal yang sebenarnya sudah sering dia sampaikan selama ini, seperti kemandirian dari impor komoditas, harga kebutuhan pokok, utang negara, hingga ancaman Indonesia yang akan punah.
Substantif
Dengan demikian, Hamdi mengatakan, ia berharap dalam rangkaian debat capres-cawapres yang dimulai pada 17 Januari 2019, Prabowo dapat mengeluarkan ide-ide segar yang menyentak dan lebih substantif.
”Kalau dalam debat masih belum mengeluarkan hal-hal yang menarik perhatian publik, debat tidak akan berhasil dalam meningkatkan elektabilitas,” kata Hamdi.
Pandangan serupa juga disampaikan Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute Gun Gun Heryanto, yang dihubungi terpisah. Gun Gun mengatakan, belum banyak tawaran program yang substantif dalam pidato Prabowo kemarin. Ia menduga, tawaran masih disimpan dan akan disampaikan dalam debat.
Meski demikian, Gun Gun menilai bahwa keberadaan pidato politik Prabowo tersebut menjadi tahapan baru dan baik dalam rangkaian kampanye jelang Pemilu 2019. Selama ini, masa kampanye masih bernuansa gimmick dan diksi-diksi yang tidak substansif.
”Ini mulai muncul dialektika yang bagus jelang debat. Seperti ada berbalas pidato dari setiap capres. Karena visi misi sudah disampaikan terlebih dahulu. Setelah Pak Jokowi menyampaikan visi misinya, Pak Prabowo kemudian berpidato,” kata Gun Gun.