ISTANBUL, SELASA — Otoritas Turki memerintahkan penangkapan 192 orang yang diduga terkait dengan jaringan Fethullah Gulen (80), ulama karismatik negara itu, yang saat ini menetap di Amerika Serikat. Ankara menuding Gulen sebagai dalang kudeta gagal pada 2016.
Harian Hurriyet, Selasa (15/1/2019), melaporkan, polisi Turki melakukan operasi penangkapan terhadap para pengikut Gulen secara rutin sejak kudeta gagal tiga tahun silam. Perintah terbaru diterbitkan untuk penangkapan terhadap hampir 200 anggota jaringan Gulen oleh polisi kota Istanbul dan Adana.
Kantor Kejaksaan Turki di Ankara mengatakan, pihaknya telah mengeluarkan perintah penangkapan terhadap 50 anggota militer, terdiri dari 3 letnan dan 47 sersan. Begitu juga dengan 55 anggota militer lainnya dari jaringan Gulen karena mereka diduga menggunakan aplikasi pesan ByLock.
Turki melarang ByLock setelah rencana kudeta pada pertengahan Juli 2016. Ankara mengatakan, loyalis Gulen justru menggunakan aplikasi itu untuk berkomunikasi pada 15 Juli 2016 malam, ketika sekelompok tentara berusaha mengudeta pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan sehingga 250 orang tewas.
Gulen, ulama mantan sekutu Erdogan yang kini tinggal dalam pengungsian di Saylorsburg, Pennsylvania, AS, sejak 1999, telah berkali-kali menolak tuduhan itu dan balik mengecam rencana kudeta 2016 itu sebagai taktik Erdogan untuk memperkuat kekuasaannya.
Media Turki melaporkan, kantor kejaksaan Provinsi Konya memerintahkan penahanan 50 orang, termasuk personel militer dan anggota jejaring Gulen lainnya. Jaksa di dua provinsi lainnya, Mugla dan Kocaeli, memerintahkan penangkapan dan penahanan masing-masing 15 orang dan 22 anggota militer.
Gulen mengecam rencana kudeta 2016 itu sebagai taktik Erdogan untuk memperkuat kekuasaannya.
Hingga sejauh ini, lebih dari 77.000 orang telah ditahan dan dalam proses persidangan di pengadilan. Sekitar 150.000 pegawai negeri sipil, militer, dan aparatur pemerintah telah dipecat atau dikenai sanksi setelah militer loyalis Erdogan berhasil mencegah upaya kudeta tersebut.
Para aktivis hak asasi manusia dan negara-negara Barat, yang merupakan sekutu Ankara, telah mengecam tindakan keras pemerintahan Erdogan terhadap jaringan Gulen. Mereka menyebut Erdogan telah menggunakan kudeta gagal sebagai alasan untuk meredam perbedaan pendapat dan memperkuat posisinya.
Pemerintahan Erdogan mengatakan, langkah-langkah keamanan dilakukan untuk mencegah ancaman terhadap negara. Ankara sudah berkali-kali meminta Washington untuk mengekstradisi Gulen ke Ankara. Namun, permintaan itu selalu diabaikan.
Ankara bahkan pernah meminta Washington untuk mengekstradisi Gulen ke Kanada, salah satu sekutu sekutu Turki. Jika Washington menyetujui permintaan Ankara untuk mengekstradisi dirinya, Gulen mengatakan akan memenuhi permintaan itu.
Namun, ia membantah tuduhan Ankara bahwa dirinya akan melarikan diri ke Kanada untuk menghindari ekstradisi. ”Rumor itu sama sekali tidak benar,” kata Gulen di rumahnya di Pennsylvania.
Erdogan beberapa kali sebelumnya mengatakan akan terus menuntut pengekstradisian Gulen ”sampai akhir”. Ia juga sudah menyampaikan permintaan itu secara pribadi kepada Presiden AS Donald Trump.
Namun, sejumlah pejabat AS menyebutkan, Turki belum memberikan bukti-bukti yang cukup (soal keterlibatan Gulen dalam kudeta) kepada Departemen Kehakiman.
Gulen berharap, Presiden Trump akan menolak permintaan ekstradisi Ankara, khususnya setelah penasihat keamanan Trump, Michael Flynn, mengundurkan diri.
Dituding teroris
Para pengikut Gulen mengoperasikan jaringan global sekolah dan bisnis dengan nama Hizmet atau ’pelayanan’, yang mengampanyekan antara lain komunikasi antar-kepercayaan.
Jaringan Gulen itu kemudian dinyatakan sebagai organisasi teroris oleh Ankara, tepat dua bulan sebelum terjadi kudeta gagal. Sejak itu, Gulen menjadi sosok yang terpinggirkan dari spektrum politik Turki (Kompas, 13/7/2017).
Gulen mendesak Trump, Uni Eropa, dan Parlemen Eropa untuk menyatakan bahwa langkah Erdogan menangkapi warganya serta memberangus media adalah salah.
”Mungkin hal itu bisa membuat dia berubah pikiran,” ujar Gulen yang mengapresiasi pihak oposisi di Turki.
”Upaya untuk menggeser Erdogan harus melalui pemilu dan jalan damai, bukan melalui cara-cara yang tidak demokratis,” lanjut Gulen.
Pemerintah Turki berkali-kali menyatakan, pemberian hukuman penjara dan penangkapan sudah sesuai dengan hukum yang berlaku. ”Aturan hukum ditegakkan di Turki dan hal itu dilakukan bukan untuk kekuasaan,” kata Reyza Kavakci dari AKP, partai yang berkuasa, beberapa waktu lalu. (REUTERS/AFP)