BANDAR LAMPUNG, KOMPAS— Mantan Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan disebut ikut menetapkan besaran nilai proyek pada Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Lampung Selatan. Zainudin juga disebut menerima 15-17 persen bayaran dari para rekanan yang memenangi tender.
Hal itu terungkap dalam sidang pemeriksaan saksi yang digelar di Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Senin (14/1/2019), di Bandar Lampung. Sidang itu dipimpin Ketua Majelis Hakim Mien Trisnawati.
Jaksa KPK menghadirkan tujuh saksi, di antaranya mantan Kepala Dinas PUPR Lampung Selatan tahun 2017-2018 Anjar Asmara; mantan anggota DPRD Lampung dari Fraksi PAN, Agus Bhakti Nugroho, yang juga jadi tersangka; dan Kepala Bidang Pengairan Dinas PUPR Lampung Selatan Syahroni.
Anjar mengungkapkan, Zainudin ikut menentukan besaran nilai proyek. Atas perintah Zainudin, Anjar juga meminta biaya proyek dari para rekanan yang ingin mendapatkan proyek. Uang itu lalu disetorkan pada Zainudin.
Sepanjang 2018, Zainudin telah menerima biaya proyek Rp 8,4 miliar dari Anjar. Uang itu digunakan untuk membeli sejumlah aset dan membiayai kepentingan pribadi Zainudin. ”Yang saya lakukan itu atas sepengetahuan Pak Bupati (Zainudin),” ujar Anjar di hadapan majelis hakim.
Saksi Syahroni juga ditugaskan untuk mengumpulkan biaya dari sejumlah rekanan sejak 2016. Selama itu Syahroni telah menyetor Rp 20 miliar untuk Zainudin.
Zainudin juga pernah memberikan uang ”ketok palu” Rp 2,5 miliar untuk memuluskan pengesahan APBD Lampung Selatan 2018. Uang Rp 2 miliar diserahkan untuk sejumlah anggota DPRD. Adapun uang Rp 500 juta untuk Ketua DPRD. ”Ada penyerahan uang lebih dari Rp 2 miliar untuk pembahasan (APBD). Saya pernah bicara pada pimpinan DPRD,” ungkap Agus.
Agus mengaku kerap diminta mengatur uang pungutan itu untuk keperluan pribadi Zainudin. Uang itu untuk membeli tanah, mobil, saham rumah sakit di Lampung Selatan, dan membiayai operasional kapal pesiar milik Zainudin.
Ketua DPRD Lampung Selatan Hendri Rosadi membantah meminta uang untuk pembahasan APBD. Dia mengaku tidak pernah bertemu dengan Anjar ataupun Agus untuk meminta uang.
Saat majelis hakim memberikan Zainudin kesempatan bertanya pada saksi Anjar, ia menanyakan apakah Anjar pernah memberikan data pemenang tender. ”Bagaimana saya bisa mengatur tender jika saya tidak mempunyai data itu,” kata Zainuddin.