Bodetabek dan Pekerjaan Rumah untuk Wujudkan Kota Cerdas
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu dan Pingkan Elita Dundu
·4 menit baca
Kota-kota yang bertetangga dengan ibu kota berpotensi mengelola kotanya dengan efektif. Berbeda dengan lima kota di Jakarta, pemerintah kota Bogor, Depok, Tangerang, Tangerang Selatan, dan Bekasi memiliki otonomi menentukan arah kebijakan dan program pembangunan sendiri, juga anggaran pendapatan dan belanja daerah, serta DPRD sebagai mitra sekaligus menjaga eksekutif tetap berada di relnya.
Meskipun demikian, dalam penilaian Indeks Kota Cerdas Indonesia (IKCI) 2018 yang dilakukan Litbang Kompas, rata-rata kota di Bodetabek memperoleh nilai di bawah 60. Hal ini mengindikasikan, Bodetabek perlu banyak berbenah demi mewujudkan kota cerdas di kawasannya.
Kota Bekasi, misalnya, yang dipimpin Rahmat Effendi dalam IKCI 2018 mendapat skor 54,34 untuk kategori kota Metropolitan atau kota berpenduduk minimal 1 juta orang.
Meskipun tidak mendapatkan nilai terburuk, dimensi lingkungan Kota Bekasi membutuhkan pembenahan, terutama pada pengelolaan sampah. Kepala Seksi Penanganan Sampah Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi Nazirwan di Bekasi, Senin (14/1/2019), mengatakan belum semua sampah kota bisa ditangani.
”Total produksi sampah 1.700 ton per hari, tetapi baru 600-700 ton yang bisa kami angkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sumur Batu, Bantargebang,” katanya.
Nazirwan menambahkan, pengangkutan sampah terkendala keterbatasan armada. Terdapat 239 truk yang harus berkeliling ke 1.013 RW di 12 kecamatan dan 56 kelurahan setiap hari.
TPA Sumur Batu seluas 20 hektar (ha) juga sudah penuh. Pemerintah Kota Bekasi harus memperluas areal setiap tahun.
”Kami telah menambah areal 1,1 ha dan siap digunakan pada 2019,” ujar Nazirwan.
Menurut Nazirwan, volume sampah yang dibawa ke TPA Sumur Batu semestinya bisa dikurangi dengan memanfaatkan teknologi. Namun, teknologi yang dimiliki terbatas. Di Kota Bekasi baru ada satu alat pemadat sampah.
Kepala Bidang Penataan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi Ferdinan mengatakan, sampah yang tidak terangkut ke TPA semestinya bisa dikelola melalui bank sampah.
Namun, kesadaran untuk mengurangi produksi sampah sejak dari lingkup rumah tangga memang masih perlu ditingkatkan. Sebagian sampah warga masih berakhir di pembuangan liar.
Salah satu lokasi pembuangan sampah liar ada di bantaran Kalimalang, Jalan Rawa Indah, Margahayu, Bekasi Timur. Sampah organik, plastik, gabus, dan batang pohon berceceran di turap sungai. Di beberapa titik abu menumpuk.
Endah (35), warga RT 006 RW 004, Margahayu, Bekasi Timur, mengatakan, setiap hari ada saja orang lewat sambil membuang sampah ke sungai. ”Kalau sampah basah, saya buang ke tempat pembuangan. Sampah kering dibakar di pinggir kali,” kata Endah.
Pola usang
Pengamat perkotaan Nirwono Joga mengatakan, Kota Bekasi masih terkungkung pola pengelolaan sampah usang, yaitu mengumpulkan, mengangkut, lalu membuang ke TPA.
Menurut dia, pola tersebut tidak efektif dan memerlukan biaya besar. Pemerintah bertanggung jawab mencerdaskan masyarakat terkait pengelolaan sampah. Sebab, masyarakat mulai dari rumah tangga hingga industri yang ada di kota itu adalah produsen sampah. Peranan warga menjadi ujung tombak pengolahan sampah.
”Pemerintah Kota Bekasi harus bisa lebih kreatif, apalagi dengan luas wilayah kota yang kecil urusan pengolahan sampah semestinya tidak terlalu berat,” kata Nirwono.
Dimulai dengan memetakan jumlah sampah organik dan anorganik di setiap wilayah, kemudian merencanakan tindakan pada setiap jenis sampah. Kreativitas itu bisa dilakukan dengan menantang warga dan lembaga pendidikan berinovasi menciptakan teknologi pengelolaan sampah.
Kampung tematik
Kota Tangerang di IKCI 2018 masuk dalam 10 besar kota metropolitan cerdas. Pada IKCI 2015, kota yang dipimpin Arief R Wismansyah ini masuk tiga besar.
Tak ingin mempersoalkan nilai kotanya stagnan atau menurun, Arief memilih fokus mewujudkan upaya merangkul warga untuk bersama membangun kotanya.
Lebih dari setahun terakhir, setidaknya telah terbentuk sejumlah kampung tematik di Kota Tangerang. Salah satunya Kampung Bekelir di Kelurahan Babakan. Kampung ini meraih juara kedua kategori Wisata Kreatif Terpopuler pada Anugerah Pesona Indonesia (API) 2018 dari Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Republik pada November 2018.
Kampung-kampung tematis ini terbentuk dari Kampung Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang dibangun di setiap kecamatan dan kelurahan agar mengubah lingkungan wilayah yang kumuh menjadi layak huni, rapi, hijau, asri, sehat, bersih, dan indah, serta menghasilkan tambahan pendapatan warga sekitarnya.
Kampung tematik ini merupakan partisipasi warga dalam pembangunan kota dalam menata lingkungan tempat tinggalnya. Pemerintah kota tahun ini berkomitmen mendampingi hingga di tiap kecamatan dan kelurahan.
Meskipun diakui masih jauh dari sempurna, rintisan kampung tematik bisa berpotensi meningkatkan kualitas hidup warga kota, tujuan utama kota cerdas tinggal bagaimana pemerintah kota teguh dan kreatif merealisasikan programnya serta terus memacu partisipasi warganya.