Pendukung pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan pemilih Prabowo Subianto-Sandiaga Uno cenderung akan menjadikan debat antarpasangan calon presiden dan calon wakil presiden sebagai peneguhan pilihan. Sementara bagi pemilih yang belum menentukan pilihan, debat berpeluang menjadi bahan pertimbangan untuk memutuskan kepada siapa suaranya diberikan.
Kesimpulan ini tergambar dari hasil jajak pendapat Kompas sepekan sebelum debat perdana pasangan capres dan cawapres, 17 Januari 2019. Debat bertema hukum, hak asasi manusia, korupsi, dan terorisme ini hanya akan menjadi ajang pemantapan pilihan bagi pemilih loyal kedua pasangan capres dan cawapres.
Terhadap isu yang akan diangkat dalam debat tersebut, responden cenderung memberikan apresiasi tinggi kepada pasangan pilihannya. Sebaliknya, mereka memberikan apresiasi yang cenderung lebih rendah kepada pasangan calon yang bukan pilihannya.
Kelompok responden pemilih Jokowi-Ma’ruf, misalnya, meyakini pasangan pilihannya, jika terpilih, akan bisa memperbaiki penegakan hukum. Hal ini disampaikan 88,5 persen pemilih Jokowi-Ma’ruf. Sikap sebaliknya mereka tunjukkan kepada pasangan Prabowo-Sandiaga. Sebanyak 72,1 persen dari mereka tidak yakin pasangan penantang tersebut bisa memperbaiki penegakan hukum.
Sementara itu, soal jaminan perlindungan HAM, juga terlihat pemilih Jokowi lebih yakin pasangan yang didukungnya mampu memberikan jaminan itu dibandingkan dengan pasangan Prabowo-Sandiaga. Demikian pula dengan isu pemberantasan korupsi. Mayoritas (88,9 persen) dari responden pemilih Jokowi meyakini presiden petahana ini bisa meningkatkan agenda pemberantasan korupsi. Penilaian pesimistis mereka tunjukkan kepada kemampuan Prabowo memberantas korupsi.
Hal yang sama terjadi pada isu terorisme. Sebagian besar responden pemilih Jokowi meyakini calon presiden pilihannya bisa menumpas terorisme lebih baik jika terpilih kembali menjadi presiden. Lagi-lagi di mata pemilih Jokowi, Prabowo dipandang pesimistis mampu mengatasi soal ini jika memenangi pilpres.
Gejala sama
Gejala sikap yang sama ditemui di kelompok responden pemilih Prabowo-Sandiaga. Pemilih Prabowo lebih meyakini calon presiden pilihannya bisa mengatasi keempat isu yang menjadi tema debat perdana. Sebaliknya, mereka pesimistis dengan sosok Jokowi. Dari agenda penegakan hukum, 85,4 persen responden pemilih Prabowo meyakini capres pilihannya bisa mengerjakan agenda ini lebih baik jika terpilih. Jokowi hanya diyakini 11,3 persen oleh kelompok pemilih Prabowo ini.
Hal yang sama terjadi dalam isu jaminan HAM. Sebagian besar pemilih Prabowo melihat sosok capres pilihannya bisa menjamin HAM lebih baik dibandingkan dengan Jokowi.
Optimisme yang sama ditunjukkan responden pemilih Prabowo terhadap agenda pemberantasan korupsi dan penumpasan terorisme. Untuk kedua isu ini, di mata pemilihnya, lagi-lagi Prabowo diyakini bisa mewujudkan dan memenuhi harapan publik terkait agenda pemberantasan korupsi dan terorisme lebih baik dibandingkan jika Jokowi terpilih menjadi presiden kembali.
Dengan kecenderungan pandangan kelompok pemilih kedua calon presiden itu, tak heran jika kemudian debat pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nanti hanya sekadar meneguhkan pilihan mereka.
Meskipun demikian, merujuk hasil survei Kompas, Oktober 2018, soal loyalitas pilihan, di setiap kelompok pemilih ini ada derajat loyalitas yang berbeda. Pemilih yang menyatakan bisa berubah pilihan karena masih belum yakin dengan pilihannya tentu akan menjadikan ajang debat sebagai referensi untuk menentukan pilihan akhirnya nanti, tetap atau berubah pilihan.
Belum memilih
Jika karakter pemilih kedua pasangan capres dan cawapres menunjukkan gejala berlawanan, hal berbeda dijumpai di kelompok pemilih yang belum memutuskan pilihan. Isu penegakan hukum, jaminan HAM, dan penumpasan terorisme diapresiasi relatif berimbang kelompok pemilih mengambang (swing voters).
Sementara untuk isu pemberantasan korupsi, Jokowi relatif mendapat apresiasi lebih tinggi dibandingkan dengan Prabowo. Jika Jokowi memenangi pemilihan presiden, 49,4 persen responden dari kelompok ini yakin agenda pemberantasan korupsi jauh lebih baik. Sementara jika Prabowo terpilih, 21,3 persen responden yang termasuk undecided voters ini meyakini agenda pemberantasan korupsi akan lebih baik.
Jika dilihat dari latar belakang, mereka yang masuk kelompok responden belum menentukan pilihan ini sebagian besar berpendidikan menengah dan tinggi. Pilihan politik mereka juga relatif dekat dengan empat partai besar yang selama ini bertengger di papan atas dari hasil sejumlah survei, yakni PDI Perjuangan, Partai Gerindra, Partai Golkar, dan Partai Demokrat, meskipun sebagian besar juga menyatakan belum menentukan pilihan partai politik.
Hal menarik lainnya, 66,7 persen dari kelompok pemilih yang belum menentukan pilihan di pilpres ini adalah penonton televisi, khususnya terkait pemberitaan pemilu. Sebagian dari mereka juga aktif di media sosial dan mengonsumsi berita pemilu dari situs pemberitaan daring. Dari karakter dan latar belakang seperti ini, bisa ditarik benang merah, debat perdana pasangan capres dan cawapres, Kamis mendatang, di atas kertas akan menarik perhatian mereka untuk mengikutinya.
Tentu, pada akhirnya debat pasangan capres dan cawapres nanti mengandung dua sisi. Sisi pertama, debat akan menjadi ajang peneguhan pilihan dari setiap pendukung kedua kubu pasangan calon. Sementara bagi pemilih yang masih ragu dengan pilihannya, debat boleh jadi akan menguji kemantapan pilihan tersebut. Di sisi kedua, debat juga menjadi ajang merebut simpati, khususnya untuk pemilih yang belum memutuskan pilihan agar mereka bisa segera menjatuhkan pilihan politiknya.