KEDIRI, KOMPAS — Jumlah kasus demam berdarah dengue di Kabupaten Kediri, Jawa Timur, pada Januari melonjak. Dalam waktu dua minggu ada 232 kasus demam berdarah, 102 positif, dan sisanya 130 masih terduga. Sembilan orang di antaranya meninggal dunia.
Kepala Seksi Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri Nur Munawaroh, Rabu (16/1/2019), mengatakan, meski jumlah bertambah, pihaknya belum menetapkan kejadian luar biasa (KLB). Kediri pernah mengalami KLB demam berdarah dengue (DBD) pada 2005. ”Semoga tidak sampai KLB DBD. Saat ini, kami terus memantau datanya,” kata Nur saat dihubungi dari Malang.
Tahun ini, lanjut Nur, lonjakan angka DBD tidak hanya terjadi di Kabupaten Kediri, tetapi juga daerah lain. Hanya, di Kediri angka korban meninggal lebih tinggi. Korban tidak hanya anak-anak, tetapi juga orang dewasa. Mereka berasal dari Kecamatan Ngadiluwih, Badas, Sambi, Ngancar, Kandat, dan Grogol.
Sebagai pembanding, dalam setahun pada 2018 kasus DBD di wilayah itu mencapai 486 kasus. Sembilan orang di antaranya meninggal. Bahkan, saat itu ada kepala puskesmas di Kediri yang juga meninggal akibat DBD. Adapun di 2017, jumlah penderita DBD 279 pasien, tujuh di antaranya meninggal.
Menurut Nur, lonjakan kasus DBD biasa terjadi pada Januari seiring dengan puncak musim hujan. Pada Januari 2017, misalnya, terdapat 115 kasus DBD dan 151 kasus pada 2018. ”Peningkatan angka DBD tahun ini juga ada kaitannya dengan siklus tiga tahunan. Karena itu, kami minta masyarakat waspada,” ucapnya.
Peningkatan angka DBD tahun ini juga ada kaitannya dengan siklus tiga tahunan. Karena itu, kami minta masyarakat waspada.
Untuk mengantisipasi siklus tiga tahunan, Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri mulai pertengahan 2018 mengumpulkan camat untuk mewaspadai DBD. Langkah ini diulang pada Desember 2018.
”Untuk saat ini, lebih ditekankan upaya pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Masalahnya, masyarakat terkadang menganggap enteng imbauan seperti itu. Mereka baru ribut kalau sudah ada kejadian. Untuk pengasapan, kami lakukan di daerah yang terindikasi ada penyebaran DBD,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar Kuspardani dan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Malang Ratih Maharani, yang dihubungi secara terpisah, membenarkan bahwa angka DBD di daerahnya pada Januari ini meningkat.
Namun, baik di Blitar maupun Malang jumlah korban jiwa belum sebanyak pada 2018. Di Blitar ada 35 kasus DBD, korban jiwa nihil. ”Di Malang tahun lalu ada tiga orang yang meninggal,” kata Ratih.
Menurut dia, hampir semua daerah di Malang berpotensi terjadi penyebaran DBD karena Malang merupakan bagian dari daerah tropis yang menjadi tempat penyebaran nyamuk Aedes aegypti. ”Selama musim hujan, masyarakat diimbau terus waspada, terutama jika ada jeda hujan berulang-ulang yang memungkinkan terjadinya genangan air,” katanya.
Menurut Ratih, fasilitas kesehatan di wilayahnya mencukupi sehingga diharapkan bisa menekan angka kasus DBD. Saat ini ada 39 puskesmas yang tersebar di 33 kecamatan. Selain itu, juga terdapat perawat dan bidan di setiap desa/kelurahan yang berjumlah 390.