Harga Komoditas Global Turun, Angka Kemiskinan Bisa Naik
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah penduduk miskin di beberapa daerah yang bergantung pada ekspor komoditas meningkat. Kondisi ini mesti diwaspadai dengan memperkuat perlindungan sosial dan pemberdayaan untuk menghasilkan produk bernilai tambah.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, angka kemiskinan di Indonesia turun dari 10,12 persen pada September 2017 menjadi 9,66 persen pada September 2018. Jumlah penduduk miskin Indonesia pun berkurang 910.000 orang dari 26,58 juta orang pada September 2017 menjadi 25,67 juta orang pada September 2018.
Penurunan angka kemiskinan pada September 2018 terkonfirmasi pada sejumlah indikator seperti upah riil buruh tani, nilai tukar petani (NTP), dan inflasi. Upah riil buruh tani bulan itu naik 1,6 persen dibandingkan dengan Maret 2018, sementara NTP naik 1,21 persen. Adapun inflasi terjaga rendah, 0,94 persen, selama kurun waktu yang sama.
Meski demikian, BPS mencatat, pada Maret-September 2018, jumlah penduduk miskin di beberapa provinsi meningkat, yaitu Sumatera Selatan, Bengkulu, Banten, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Selawesi Barat, dan Maluku Utara.
Terkait data itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, ketergantungan pada komoditas mentah menjadi salah satu penyebab jumlah penduduk miskin di suatu daerah meningkat. Upaya penanggulangan kemiskinan itu dimulai dari pelayanan dasar.
“Para pekerja yang bisa kehilangan pekerjaan harus diperkuat melalui layanan dasar kemudian program perlindungan sosial,” kata Bambang seusai rapat bersama Komisi XI DPR di Jakarta, Rabu (16/1/2018).
Para pekerja yang bisa kehilangan pekerjaan harus diperkuat melalui layanan dasar kemudian program perlindungan sosial.
Setelah pelayanan dasar terpenuhi, penduduk miskin dan rentan miskin mendapat jaminan sosial di bidang kesehatan, pendidikan, dan bantuan pangan non tunai. Ada lima strategi penanggulangan kemiskinan tahun ini, yaitu peningkatan indeks bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) bagi 10 juta keluarga penerima manfaat, serta bantuan pangan non tunai bagi 15,6 juta keluarga.
Selain itu, bantuan pendidikan bagi 20,1 juta anak usia sekolah, perluasan bantuan iuran kesehatan bagi 96,8 juta jiwa, dan integrasi data agar subsidi energi tepat sasaran. Produktivitas penduduk secara bertahap ditingkatkan melalui penyaluran kredit ultra mikro atau kredit usaha rakyat agar mereka tidak lagi bergantung pada komoditas mentah.
Bambang berpendapat, upaya menggeser produktivitas dari yang awalnya bergantung pada ekspor komoditas menjadi industri bernilai tambah bukan perkara mudah. Reformasi struktural sulit terwujud dalam lima tahun atau satu periode masa pemerintah. Sebab, diperlukan konsistensi dan kontinuitas dari pemerintah daerah dan penduduk setempat.
“Yang terjadi saat ini, begitu harga komoditas bagus, pikiran mereka berubah total tidak lagi berpikir mengenai industri,” kata Bambang.
Situasi berbeda
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, daerah di luar Jawa terutama Sumatera dan bagian timur Indonesia sangat bergantung pada ekspor komoditas. Pertumbuhan ekonomi di luar Jawa tahun 2018 cukup baik karena harga komoditas naik sehingga ekspor terpacu. Namun, situasi berbeda akan terjadi pada tahun ini harga komoditas diperkirakan melandai bahkan cenderung flat.
"Tahun ini pertumbuhan ekonomi Sumatera diperkirakan 4,4-4,8 persen maupun kawasan timur Indonesia 3,8-4,2 persen karena ekspor di luar Jawa berbasis komoditas," kata Perry.
Situasi berbeda akan terjadi pada tahun ini harga komoditas diperkirakan melandai bahkan cenderung flat.
Penurunan permintaan dan harga komoditas ini mesti diwaspadai terutamai untuk daerah di luar Jawa. Rendahnya pertumbuhan ekonomi bisa memengaruhi tingkat kemiskinan dan pengangguran. Selama ini peran industri pengolahan dalam mendorong ekspor masih terkonsentrasi di Jawa. Pada 2019, pertumbuhan ekonomi di Jawa relatif masih tinggi berkisar 5,6-6 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menambahkan, mulai 2019 formula pembagian dana desa diubah agar lebih efektif mengentaskan kemiskinan. Dari alokasi dana desa Rp 70 triliun, sekitar 25 persen akan diberikan ke desa yang jumlah penduduk miskin tinggi. Porsi khusus desa berpenduduk miskin ini meningkat dari 20 persen tahun 2018 menjadi 25 persen tahun ini.
Penyaluran dana perlindungan sosial juga meningkat sejak 2015. Pada APBN 2019, alokasi perlindungan sosial Rp 385,2 triliun, antara lain untuk bantuan Program Keluarga Harapan (PKH), perluasan cakupan Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan, bantuan pangan nontunai, serta subsidi bunga kredit UKM dan perumahan.