JAKARTA, KOMPAS - Idrus Marham, mantan Menteri Sosial, mulai diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta atas dugaan penerimaan uang Rp 2,25 miliar terkait proyek PLTU Riau-1
Keinginan mantan Menteri Sosial Idrus Marham untuk menggantikan Setya Novanto sebagai Ketua Umum Partai Golkar membuatnya menggunakan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih untuk meminta uang kepada pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo. Saat itu, Idrus telah didapuk menjadi pelaksana tugas ketua umum sekaligus penanggung jawab Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar 2017.
Pergantian pucuk pimpinan Partai Golkar tersebut terjadi setelah Novanto menjadi tersangka dalam kasus pengadaan kartu tanda penduduk elektronik. Tak hanya menggantikan posisi Novanto di partai, Idrus juga secara tidak langsung menerima laporan dari Eni terkait perkembangan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1 yang melibatkan Kotjo yang sebelumnya menyampaikan laporannya kepada Novanto.
”Tujuan Eni melapor kepada terdakwa agar tetap diperhatikan oleh Kotjo. Eni pun menyampaikan kepada terdakwa bahwa nantinya ada fee dari Kotjo untuk mengawal proyek PLTU. Masih pada 2017, terdakwa melakukan komunikasi dengan Eni selaku penanggung jawab Munaslub Partai Golkar dan mengarahkan Eni selaku bendahara munaslub untuk meminta uang kepada Kotjo,” kata jaksa Ronald Worotikan dalam sidang perdana dugaan penerimaan uang oleh Idrus Marham dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (15/1/2019).
Uang yang diminta kepada Kotjo saat itu sebesar 2,5 juta dollar Amerika Serikat. Disebut oleh jaksa, permintaan dilakukan karena Idrus berkeinginan menjadi pengganti antarwaktu Ketua Umum Partai Golkar yang masih memiliki jabatan selama 2 tahun. Selanjutnya, Eni aktif menagih kepada Kotjo. Idrus pun turut mengungkapkan keperluan munaslub tersebut kepada Kotjo hingga akhirnya dipenuhi sebesar Rp 2 miliar melalui anak buah Kotjo.
Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 713 juta diserahkan Eni selaku bendahara munaslub kepada Muhammad Sarmuji yang menjabat Wakil Sekretaris Steering Committee Munaslub Partai Golkar 2017 sesuai dengan keinginan Idrus selaku penanggung jawab munaslub.
Bantu pilkada
Di tengah proses perjanjian pembangunan PLTU antara PT PLN yang belum menemukan kesepakatan terkait persyaratan waktu pengendalian dan perusahaan asal China yang dibawa Kotjo, yakni Chec Ltd, Eni kembali meminta uang sebesar Rp 10 miliar kepada Kotjo untuk membiayai suaminya, M Al Khadziq, mengikuti Pemilihan Kepala Daerah Temanggung.
Kotjo sempat keberatan karena keuangan perusahaannya sedang tidak baik. Di sisi lain, kata sepakat dengan PT PLN belum tercapai. Eni pun menjembatani pertemuan kembali antara Kotjo dan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir hingga perjanjian terwujud dengan mengikuti syarat yang diberikan perusahaan BUMN tersebut. Hasil tersebut dilaporkan Eni kepada Idrus, sekaligus menyampaikan permintaan Eni untuk biaya pilkada suaminya belum dipenuhi Kotjo.
”Pada 8 Juni 2018, terdakwa mengirimkan pesan Whatsapp kepada Kotjo agar mau memberikan uang kepada Eni dengan mengatakan, ’Maaf, Bang, dinda butuh bantuan untuk kemenangan, Bang. Sangat berharga bantuan Bang Koco. Tks sebelumnya’. Setelah itu, diberikan uang Rp 250 juta kepada Eni,” ujar Ronald.
Dengan demikian, total uang yang diperoleh dari Kotjo sebesar Rp 2,250 miliar. Idrus pun didakwa dengan Pasal 12 Huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP. (IAN)