JAKARTA, KOMPAS — Situs dan pelantar (platform) menonton dalam jaringan Iflix akan fokus memproduksi film dan serial televisi lokal selama 2019. Segmen yang ditarget rencana ini adalah remaja dan dewasa muda pengguna ponsel. Produksi film oleh Iflix dan pelantar menonton daring lainnya diharapkan mendorong kreativitas para pegiat film untuk menghasilkan karya-karya baru.
Chief Marketing of Iflix Indonesia Jason Monteiro, Rabu (16/1/2019), mengatakan, pertumbuhan jumlah penonton selama 2018 mencapai 224 persen di Indonesia dan 21 negara lain, tempat Iflix beroperasi. Saat ini, 12 juta orang dari sejumlah negara menonton film dan serial televisi setiap hari di pelantar tersebut.
Khusus di Indonesia, kata Jason, enam juta pengguna menonton konten Netflix setiap bulan. ”Setiap user menonton selama 75 menit per hari. Karena itu, secara keseluruhan kami melayani streaming selama 60 juta menit per hari. Itu sama dengan 114 tahun streaming dalam sehari,” kata Jason.
Serial drama romantis Magic Hour: The Series yang dibintangi Dimas Anggara dan Michelle Ziudith adalah salah satu produk Iflix yang menuai sukses terbesar. Sebagai serial asli Iflix, jumlah penonton dan menit menonton Magic Hour: The Series bisa melebihi kombinasi film dan serial Marvel, Disney Pixar, Disney Kids, dan ABC Studios secara global.
Sukses besar itu mendorong Iflix untuk melanjutkannya dengan Magic Hour: The Series 2.
Global Director of Original Programming Iflix Mark Francis mengatakan, kesuksesan Magic Hour: The Series 2 berasal dari strategi kerja sama dengan rumah produksi untuk membuat serial berdurasi pendek, sekitar 40 menit.
Serial tersebut menampilkan aktor dan aktris Indonesia yang pernah muncul di layar lebar. Nilai produksi pun menjadi lebih tinggi, ditambah lagi lokasi shooting di Bali dan New York, Amerika Serikat.
Hasilnya, penonton Magic Hour: The Series berkomentar, serial tersebut berkualitas seperti film, bukan seperti sinetron. ”Ini berbeda dengan kebanyakan rumah produksi yang membuat serial untuk televisi. Kemudian, kami membawanya ke layar kaca ponsel para penonton. Konsep inilah yang akan kami eksploitasi di tahun 2019,” kata Mark.
Iflix Indonesia telah memilih ”Lokal, Lokal, Lokal” sebagai tema besar aktivitasnya selama 2019. Jason mengatakan, selama 12 bulan, Iflix akan menyediakan 30 film box office Indonesia secara eksklusif setelah film-film tersebut ditampilkan di bioskop di Nusantara.
Sebanyak delapan serial televisi asli Iflix selain Magic Hour: The Series 2 juga akan diproduksi oleh perusahaan asal Malaysia tersebut, begitu pula 26 film langsung melalui internet (over the top/OTT) Indonesia.
Mark menambahkan, rencana itu akan direalisasikan dengan strategi yang sama dengan pembuatan Magic Hour: The Series 2. Anggaran produksi konten lokal pun ditingkatkan lima kali lipat dibandingkan tahun 2018. Iflix juga akan memperluas cakupan genre film dan serialnya.
”Selain romance remaja dan dewasa berkualitas tinggi, dua serial kami akan bergenre horor. Genre action, keluarga, dan komedi juga tidak akan terlupa. Sementara itu, dalam pembuatan 26 film OTT, kami akan bekerja sama dengan para penulis Indonesia di Wattpad (situs daring menulis cerita) sehingga cerita mereka bisa dipindahkan ke layar kaca,” kata Mark.
Produk-produk yang ditayangkan Iflix, terutama serial, digandrungi oleh orang muda dan milenial yang menggemari feature film yang dapat ditonton melalui gawai.
”Audiens kami adalah konsumen remaja dan dewasa muda. Terkait platform, 89 persen menonton lewat ponsel pintar,” kata Mark.
Untuk menambah cakupan penonton, Iflix bekerja sama dengan penyedia layanan telepon XL Axiata dan Axis. Chief Marketing Officer PT XL Axiata Tbk David Arcelus mengatakan, para pelanggan XL dan Axis mendapatkan akses VIP gratis untuk menonton berbagai tayangan Iflix.
”Kami tidak hanya ingin memberikan data, tetapi juga memberikan emosi bagi pelanggan kami,” kata David.
Pasar baru
Di lain pihak, sutradara Fajar Nugros mengatakan, kehadiran pelantar menonton daring, seperti Iflix, Viu, dan HOOQ, merupakan alternatif bagi warga yang tidak lagi memiliki waktu untuk menonton film. Tayangan hiburan yang bisa diakses lewat ponsel ini pun bisa memudahkan mereka untuk menonton film dan serial.
Catatan Litbang Kompas pada 23 Desember 2018, 65 persen warga Ibu Kota dan sekitarnya tak lagi menonton film di bioskop. Sebanyak 41 persen yang tergolong generasi baby boomers menonton di rumah lewat televisi dan jaringan TV kabel. Sementara itu, 24 persen lainnya yang dari generasi Y atau usia 17-38 tahun menonton lewat gawai karena biaya berlangganan yang relatif murah.
Fajar menilai, berbagai pelantar itu harus menawarkan konten yang berbeda dengan film di bioskop sehingga penonton memiliki lebih banyak pilihan hiburan. Dengan demikian, pembuat film memiliki tantangan untuk menciptakan karya yang berbeda.
”Pembuat film harus meningkatkan keahliannya dan menyesuaikan diri dengan medium baru ini serta audiensnya. Misalnya, dalam membuat series berisi 12 episode, film maker harus bisa menciptakan cliff hanger di tiap akhir episode untuk memberikan rasa penasaran bagi penontonnya. Penonton pun akan menunggu-nunggu episode selanjutnya. Ini jelas berbeda dengan pembuatan film,” kata Fajar.
Sebagai pembuat film, Fajar pun telah memanfaatkan kehadiran pelantar menonton daring ini. Film terbarunya, Yowes Ben 2, dapat diakses di Iflix, sementara serial rancangannya akan ditayangkan di Viu.
Adapun Chief Financial Officer Screenplay Films, rumah produksi Magic Hour: The Series 2, Hendri Suvaco, mengatakan, terdapat beberapa faktor untuk menentukan film dan serial bagus. Beberapa di antaranya adalah aktor dan aktris, kualitas penampilannya, serta kesesuaian dengan minat penonton. (Kristian Oka Prasetyadi)