LONDON, RABU — Nilai tukar sejumlah mata uang utama melemah pada akhir perdagangan, Rabu (16/1/2019) pagi, setelah parlemen Inggris menolak kesepatan Brexit. Kekalahan Perdana Menteri Theresa May juga diperkirakan memicu volatilitas lebih besar pada pasar saham Inggris dan nilai tukar mata uang poundsterling.
May menghadapi kekalahan dalam voting parlemen terhadap kesepakatan Brexit, Selasa malam waktu setempat atau Rabu WIB. Hasil voting di Majelis Rendah, May hanya mendapat 202 suara dari 432 anggota parlemen. Hasil voting ini dinilai sebagai kekalahan terburuk pemerintah dalam sejarah modern Inggris.
Penolakan besar-besaran parlemen Inggris terhadap kesepatan Brexit memengaruhi performa sejumlah mata uang utama. Mata uang poundstering diperdagangkan lebih rendah sebesar 1,2846 dollar AS, terperangkap dalam kisaran sempit setelah pada sesi sebelumnya mencapai level tertinggi 1,2917 dollar AS.
Mata uang euro juga berangsur melemah 0,1 persen menjadi 1,1398 dollar AS setelah kehilangan 0,5 persen pada hari sebelumnya. Adapun dollar AS terhadap yen melemah 0,15 persen menjadi 108,520 yen. Franc swiss kehilangan 0,7 persen terhadap dollar AS menjadi 0,9879 franc swiss.
"Pasar sekarang mempertimbangkan tenggat waktu Brexit pada bulan Maret bisa diperpanjang. Dalam jangka panjang, pasar bisa berubah menjadi dua skenario, yaitu Brexit tanpa kesepakatan atau sama sekali tidak Brexit," ujar Yukio Ishizuki, senior currency strategist di Daiwa Securities.
Uni Eropa membuka kemungkinan memperpanjang tenggat untuk Brexit hingga 29 Maret mendatang. Namun, melihat respons pasar dan penolakan besar-besaran dari parlemen, menurut Yukio, perpanjangan tenggat waktu dimungkinkan meskipun ada pemilihan parlemen UE.
Para analis mengusulkan agar May meminta untuk memperpanjang tenggat waktu keputusan Brexit. Tujuannya agar Inggris dan UE bisa kembali bernegosiasi dan membuat keputusan yang bisa diterima lebih banyak pihak.
“Saya tidak yakin poundsterling akan banyak menguat sampai pasar yakin Partai Konservatif telah melihat mosi percaya," kata Gavin Friend dari Bank Nasional Australia.
May diminta memperpanjang tenggat waktu keputusan Brexit agar Inggris dan UE bisa kembali bernegosiasi dan membuat keputusan yang bisa diterima lebih banyak pihak.
Saat ini fokus jangka pendek investor menunggu hasil upaya May dalam meyakinkan kembali parlemen. Di sisi lain, ada kekhawatiran jika upaya May memicu pergolakan politik yang menyebabkan Inggris keluar dari UE tanpa kesepakatan. Situasi itu berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan volume perdagangan yang semakin melambat.
Gejolak ekonomi
Kesepakatan Brexit berpotensi mengakibatkan berbagai gejolak ekonomi. Mata uang poundsterling diproyeksikan bisa jatuh tajam, baik terhadap euro maupun dollar AS. Terhadap dollar AS, poundsterling diprediksi jatuh ke posisi terendah dalam kurun 40 tahun terakhir. Jatuhnya poundsterling akan dibarengi kenaikan inflasi dan penurunan standar hidup warga.
Ekonom Bloomberg memperkirakan produk domestik bruto Inggris ada di level 3,2-6,7 persen hingga tahun 2030. PDB itu sangat tergantung dari opsi-opsi yang dipilih para pihak yang berkepentingan di Inggris. (Kompas, 20/10/2018)
Dalam laporan Prospek Ekonomi Global 2019 yang dirilis Bank Dunia, Rabu (9/1/2019), aktivitas ekonomi di kawasan Eropa bisa lebih lemah dari perkiraan sebelumnya karena perlambatan ekspor neto. Perlambatan aktivitas ekonomi di Eropa berbanding terbalik dengan pertumbuhan AS yang diperkirakan makin solid.
Bank Dunia mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi kawasan Eropa dan Asia tengah tahun 2019 dari 3,1 persen menjadi 2,3 persen. Adapun proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini dari 3 persen jadi 2,9 persen.
Pelambatan pertumbuhan ekonomi global ini akan menyebabkan penurunan permintaan barang, kenaikan biaya pinjaman, serta ketidakpastian kebijakan yang membebani prospek pasar negara-negara berkembang. (REUTERS/AFP/BLOOMBERG)