Lahan Depo Fase II Dikaji Kembali, MRT Siapkan Rencana
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- PT Mass Rapid Transit atau MRT Jakarta optimistis konstruksi awal dari fase II koridor selatan utara bisa dimulai akhir Januari ini. Namun masalah berupa ketidakjelasan lokasi lahan untuk depo akhir belum terselesaikan, sehingga MRT Jakarta menyiapkan sejumlah antisipasi.
William P. Sabandar, Direktur Utama PT MRT Jakarta, Rabu (16/01/2019) mengatakan, dalam rapat dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pekan lalu, pihak MRT menjelaskan pekerjaan pembangunan fase II bisa segera dimulai. Apalagi sudah ada penetapan lokasi dari Pemprov DKI yang menyebutkan di tahap awal fase II ini pembangunan dimulai dari Bundaran Hotel Indonesia sampai dengan Kota.
Penetapan lokasi tahap awal yang berakhir di Kota, berkaitan dengan lahan bakal depo yang belum jelas. Seperti diberitakan Kompas pada 2017-2018, sesuai studi kelayakan atau feasibility study (FS) yang dilakukan Badan Kerjasama Internasional Jepang (JICA), trase fase II koridor selatan-utara MRT Jakarta adalah sepanjang 8,3 km dari Bundaran Hotel Indonesia ke stasiun Kampung Bandan.
Dalam pembahasan dengan DPRD DKI Jakarta di awal 2017 untuk mendapatkan persetujuan pengajuan pinjaman bagi pembangunan fase II kepada Pemerintah Jepang, diketahui lahan di Stasiun Kampung Bandan yang dikelola PT KAI ternyata bermasalah. Sehingga untuk depo disepakati dipindah ke Ancol Timur.
Dalam perkembangannya, PT KAI bersedia menuntaskan masalah lahan sehingga depo diputuskan kembali ke Stasiun Kampung Bandan. Pada akhir Oktober 2018, kesepakatan pinjaman fase II ditandatangani oleh Indonesia dan Jepang.
Namun dalam proses persiapan pembangunan fase II, kembali diketahui lahan stasiun Kampung Bandan belum beres. Lahan masih dalam sengketa hukum.
Hal itu juga diketahui saat Presiden Joko Widodo ikut dalam ujicoba kereta MRT di akhir 2018. Lalu diusulkan depo MRT fase II akan berakhir di Ancol. Namun lalu Pemprov DKI mencari dan memutuskan depo MRT fase II berakhir di titik yang akan menjadi arena Stadion BMW di Jakarta Utara.
Dalam perkembangan, demi alasan keamanan dan luasan lahan yang kurang memenuhi syarat luas sebuah depo MRT, bakal depo di lahan stadion BMW diputuskan tidak bisa dipergunakan untuk depo. Adapun untuk sebuah depo yang bisa menampung 15 rangkaian kereta atau sebanyak 90 kereta diperlukan setidaknya 9,4 hektar.
Dengan begitu, sampai hari ini masalah lokasi depo fase II belum kunjung jelas. Sementara agenda ground breaking atau peletakan batu pertama pembangunan fase II yang diawali dengan pekerjaan paket kontrak (CP) 200 berupa pembangunan pembangunan dinding diafragma (D-Wall) untuk Gardu Induk Monas atau Receiving Sub-Station (RSS) dijadwalkan akhir Januari ini.
Menurut William, hal itu tidak menjadi masalah. Pembangunan fase II memang semestinya segera dimulai. Juga karena sudah ada pemenang lelang.
Yang dilakukan MRT lalu adalah mengatur kembali perencanaan. Semula, apabila fase II selesai, untuk bisa mengatur jarak kedatangan antarkereta (headway) setiap tiga menit sekali diperlukan tambahan 15 rangkaian kereta. Sehingga dengan 16 rangkaian kereta yang sudah datang di fase I, MRT akan melayani penumpang dengan 31 rangkaian kereta.
Namun karena depo fase II belum jelas, maka dalam perencanaan fase II, khususnya melalui CP 206 atau paket pengadaan rolling stock yang semula akan mendatangkan lagi 15 rangkaian kereta, kemungkinan jumlah rangkaian akan berkurang sekitar 7 - 8 rangkaian. Dengan jumlah rangkaian total antara 23 atau 24 kereta dari pengadaan fase I dan II, jarak antarkereta diatur lima menit sekali.
Adapun untuk tambahan rangkaian kereta, MRT Jakarta akan membuat stabling atau titik penyimpanan kereta. Yaitu di sejumlah titik stasiun. Selain itu juga akan memanfaatkan depo Lebak Bulus.
Pengaturan lain yang dilakukan MRT Jakarta adalah menyusun pembangunan fase II menjadi IIa dan IIb. Yaitu sambil MRT Jakarta melakukan kajian mengenai titik-titik yang bakal menjadi depo fase II. Itu karena depo adalah kebutuhan sehingga tetap harus ada.
"Kita diminta Gubernur DKI untuk melakukan kajian tentang titik-titik yang akan menjadi calon depo fase II," terang William.
Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta di Balaikota DKI Jakarta menjelaskan, dari hasil pembahasan, meski lahan depo fase II belum jelas namun itu tidak akan mempengaruhi proses konstruksi. Pembangunan bisa dimulai. JICA juga sudah sepakat dengan penetapan lokasi awal yang ada.
Untuk lahan bakal depo, ia menjelaskan bukan hanya kajian kebutuhan yang diperlukan. Namun kajian teknis juga diperlukan.
Sehingga dalam menentukan lahan untuk depo, lanjut Anies, bukan hanya kajian kebutuhan penumpang dan kajian kebutuhan lalu lintas saja, namun kejelasan status legal tanah juga diperlukan. Lalu ia menyoroti soal teknis pemanfaatan lahan depo yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk keperluan lain selain depo.
Ia menyayangkan perencanaan depo MRT Lebak Bulus yang hanya bisa untuk satu fungsi saja. Semestinya dengan luasan 10 hektar, area atas depo juga bisa dimanfaatkan untuk keperluan lain.
William menambahkan dengan adanya perubahan bakal letak depo yang masih dikaji dan ia belum bisa menyebutkan dimana, konsekuensi yang akan mengikuti adalah penambahan biaya pembangunan. Selain itu juga diperlukan adanya kembali FS tentang trase. Tentang biaya, itu juga harus dibahas di Pemprov DKI.