Perdana Menteri Theresa May harus segera memikirkan langkah pemerintah selanjutnya dalam menghadapi kemungkinan penolakan parlemen Inggris terhadap kesepakatan Brexit.
LONDON, SELASA PM Inggris Theresa May bersiap menghadapi kekalahan dalam voting parlemen terhadap kesepakatan Brexit, Selasa (15/1/2019) malam waktu setempat atau Rabu WIB. Hampir seluruh spektrum politik di parlemen memiliki keberatan terhadap kesepakatan itu dengan alasan berbeda-beda. Seberapa masif kekalahan suara yang diderita May akan menentukan langkah pemerintah berikutnya.
Jika kesepakatan Brexit ditolak parlemen, pada Senin (21/1) May akan kembali ke parlemen untuk menjelaskan langkah selanjutnya yang akan diambil pemerintah.
Sejumlah pengamat memperkirakan, jika May hanya menderita kekalahan suara tipis, kemungkinan besar ia mempersiapkan diri untuk pemungutan suara kedua di parlemen dan melakukan lobi intensif pada anggota parlemen.
Namun, jika selisih suara signifikan, kesepakatan Brexit yang diusulkan May sudah tak ada harapan lagi. Opsi berikutnya yang tersisa adalah May meminta perpanjangan tenggat Brexit kepada Uni Eropa.
Brussels memberikan lampu hijau untuk memberikan tambahan waktu. Namun, tambahan waktu itu tak bisa melampaui 30 Juni 2019 karena akan ada pemilu legislatif Eropa yang pelaksanaannya tidak melibatkan Inggris lagi. Dengan adanya tenggat tambahan, May bisa mempersiapkan langkah berikutnya, yaitu pelaksanaan referendum kedua, atau percepatan pemilu, atau Inggris keluar dari UE tanpa kesepakatan.
Namun, dalam setiap opsi yang diambil terdapat pendukung dan penentangnya. Referendum kedua dianggap mengkhianati mandat yang diberikan rakyat Inggris pada referendum 2016 yang menginginkan Brexit. Opsi percepatan pemilu akan menimbulkan kekhawatiran di kubu Konservatif karena membuka peluang Partai Buruh meraih kekuasaan. Sementara opsi Brexit tanpa kesepakatan ditentang oleh mayoritas anggota parlemen.
Itu sebabnya, sebelum voting, PM May kembali mengingatkan parlemen bahwa masa depan Inggris di tangan mereka. ”Dalam 24 jam terakhir, cobalah pelajari kembali kesepakatan ini. Ini bukanlah kesepakatan yang sempurna. Ini adalah kompromi,” kata May.
Partai koalisi pemerintah asal Irlandia Utara, DUP, yang memiliki 10 kursi, kemarin, justru menegaskan akan menolak kesepakatan. ”Kami menolak backstop yang penuh racun dan menolak kesepakatan,” kata Ketua DUP Arlene Foster, merujuk isu penyokong terkait perbatasan wilayah Irlandia Utara dan Republik Irlandia.
Konsesi
May beberapa kali melakukan kunjungan maraton ke Brussels untuk memperoleh jaminan tambahan dari UE bahwa backstop perbatasan Irlandia Utara tidak akan bersifat permanen. Jaminan tambahan itu dibutuhkan untuk melunakkan sikap parlemen.
Namun, meski UE memberikan jaminan tertulis yang pada intinya akan berupaya keras agar UE-Inggris mampu merumuskan strategi perdagangan bebas sebelum 2020 sehingga backstop tidak perlu berlaku, sikap parlemen tidak berubah.
Itu sebabnya, Kanselir Jerman Angela Merkel menegaskan tak akan ada konsesi lagi bagi May terkait Brexit. ”Kanselir Jerman tidak akan memberikan jaminan lebih dari yang telah didiskusikan dan dituangkan dalam surat Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker dan Presiden Dewan Eropa Donald Tusk,” kata jubir Berlin. (AP/AFP/REUTERS/MYR)