SIDOARJO, KOMPAS - Penetapan Vigit Waluyo sebagai tersangka pengaturan skor oleh Satuan Tugas Anti Mafia Bola Kepolisian Republik Indonesia dinilai cacat hukum. Alasannya, Vigit belum pernah diperiksa ataupun diminta keterangan oleh penyidik terkait dengan perkara yang disangkakan.
“Sangat disayangkan seseorang ditetapkan sebagai tersangka tanpa pernah diperiksa terlebih dahulu. Hal itu tidak sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21 Tahun 2014,” ujar Muhammad Sholeh selaku Penasehat Hukum Vigit Waluyo, saat ditemui di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Sidoarjo, Selasa (15/1/2019).
Sholeh mengatakan dalam pertimbangan hukum Putusan MK Nomor 21 Tahun 2014 menyatakan penetapan tersangka harus didahului dengan pemeriksaan calon tersangka. Apalagi upaya untuk memeriksa kliennya tidak mengalami hambatan. Pihak Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Sidoarjo bersikap terbuka dan bersedia bekerjasama asalkan ada surat pemberitahuan.
Sangat disayangkan seseorang ditetapkan sebagai tersangka tanpa pernah diperiksa terlebih dahulu. Hal itu tidak sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21 Tahun 2014
Dalam menetapkan Vigit sebagai tersangka, Satgas Anti Mafia Bola dinilai telah melanggar prosedur yang harus dilalui. Hal itu tidak selayaknya dilakukan oleh penegak hukum apalagi kasus mafia bola ini tengah menjadi sorotan publik dengan perhatian yang luar biasa.
Sholeh berada di Lapas Kelas II A Sidoarjo untuk membesuk Vigit. Dalam pertemuan dengan kliennya yang berlangsung sekitar lima menit, Sholeh menyampaikan bahwa Vigit telah ditetapkan sebagai tersangka pengaturan skor pertandingan sepak bola oleh Satgas Anti Mafia Bola.
Dalam pertemuan itu, lanjut Sholeh, Vigit menyampaikan apabila kondisinya sedang sakit jantung dan tipes sehingga oleh dokter disarankan untuk menjalani rawat inap. Namun Vigit menolak karena khawatir bertemu dengan rekan-rekannya.
Sebagai kuasa hukum, Sholeh mengaku pihaknya menyarankan agar kliennya memulihkan kondisi kesehatannya lebih dulu. Sebab untuk menjalani pemeriksaan penyidik kepolisian, kliennya harus dalam kondisi sehat. Keterangan yang diberikan sangat menentukan proses hukum selanjutnya.
Sarankan banding
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka pengaturan skor oleh Satgas Anti Mafia Bola Polri, Vigit yang pernah menjadi manajer tim sepakbola Deltras Sidoarjo ini terlebih dahulu mendapat sanksi berupa larangan untuk berkiprah di dunia sepakbola Indonesia selamanya. Menanggapi sanksi itu, Vigit disarankan mengajukan banding karena sanksi itu dinilai tidak masuk akal.
Putusan Komdis PSSI itu antaralain menyatakan bahwa dalam kompetisi liga 2 Tahun 2018, Vigit ikut serta menanangi beberapa klub namun tidak disebutkan nama klubnya. Vigit dinyatakan bertingkah laku buruk berupa tidak mengindahkan sikap sportif, menghormati dan jujur dalam beberapa pertandingan. Tuduhan itu dibantah tegas karena menurut Vigit pihaknya terakhir terakhirnya berkiprah di dunia sepakbola pada akhir 2017 lalu.
Setelah menjalani masa pengenalan lingkungan, Vigit saat ini ditempatkan di Sel A 12. Sel ini hanya diisi beberapa orang dengan pertimbangan pada saat masuk, yang bersangkutan menunjukkan rekam medik yang menyatakan menderita sakit jantung
Kepala Lapas Kelas II A Sidoarjo Muhammad Susanni mengatakan Vigit merupakan terpidana kasus korupsi dana Perusahaan Daerah Air Minum Delta Tirta Sidoarjo. Dia divonis setahun enam bulan penjara. Vigit menjalani masa hukumannya pada 28 Desember 2018 lalu setelah dieksekusi oleh Kejaksaan Negeri Sidoarjo.
“Setelah menjalani masa pengenalan lingkungan, Vigit saat ini ditempatkan di Sel A 12. Sel ini hanya diisi beberapa orang dengan pertimbangan pada saat masuk, yang bersangkutan menunjukkan rekam medik yang menyatakan menderita sakit jantung,” ucap Susanni.
Pada saat di dalam lapas, Vigit juga mengeluh sakit pada bagian dadanya sehingga pihak lapas memanggil dokter umum untuk memeriksa kondisi kesehatannya. Selama menjadi warga binaan Lapas Sidoarjo Vigit juga telah menjalani pemeriksaan laboratorium untuk memastikan penyakit yang diderita.