JAKARTA, KOMPAS – Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia atau PKBI mengkhawatirkan masih terjadinya pernikahan usia dini dalam era milenial ini. PKBI mendorong terciptanya keluarga bertanggung jawab di Indonesia untuk mengerem tren penurunan kesehatan keluarga.
Ketua Pengurus Nasional PKBI Ichsan Malik di Jakarta, Rabu (16/1/2019), mengatakan, ada isu kesehatan di Indonesia yang terjadi di masa lampau dan kini terjadi lagi. Isu yang dimaksud, antara lain, peningkatan angka kelahiran bayi, peningkatan angka kematian ibu melahirkan, dan meningkatnya perkawinan usia muda.
“Ada siklus yang berulang. Isu kesehatan ini dulu pernah dihadapi PKBI sekitar tahun 1960-1970. Kami perlu mengkaji alasannya lebih dalam,” kata Ichsan dalam acara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-61 PKBI.
Menurut data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2013 dan 2015, persentase perempuan pernah kawin usia 20-24 tahun yang menikah sebelum usia 18 tahun masih berkisar di angka 20 persen. Meski turun dari 24,17 persen tahun 2013 menjadi 22,82 persen tahun 2015, PKBI memandang pernikahan usia dini sebagai fenomena yang mengancam kesehatan masyarakat, khususnya dalam lingkup keluarga.
Penuhi persiapan
Masyarakat yang ingin memiliki anak harus memikirkan sejumlah aspek terlebih dulu. Kesiapan mental, keuangan, dan fisik harus terpenuhi sebelum memiliki anak.
Sementara itu, menikah di usia dini tidak dianjurkan karena rawan pada tidak terpenuhinya aspek-aspek tersebut. Pada akhirnya, kesejahteraan anak dalam keluarga akan sulit tercapai.
“Memiliki anak dalam suatu pernikahan itu tidak sesederhana itu. Ada banyak hal yang harus disiapkan agar anak sejahtera. Di situlah peran keluarga yang bertanggung jawab,” kata Ichsan.
Program Manager untuk Program Peduli PKBI Yudi Supriad menambahkan, kesejahteraan masyarakat dan individu bermula dari peran serta keluarga. “Basis apa pun yang ingin dicapai harus berawal dari keluarga,” katanya. (SEKAR GANDHAWANGI)