JAKARTA, KOMPAS – Peningkatan utang luar negeri Indonesia untuk keperluan investasi pada akhir tahun 2018, memberi asa pertumbuhan ekonomi tahun ini akan lebih baik dari tahun kemarin. Namun, pemerintah tetap perlu mewaspadai tren kenaikan utang yang sejalan dengan kenaikan rasio pembayaran utang tahunan.
Berdasarkan data Bank Indonesia, posisi utang luar negeri (ULN) pada akhir November 2018 tercatat 372,9 miliar dollar AS, naik 12,3 miliar dollar AS dibandingkan dengan posisi pada akhir bulan sebelumnya. Jumlah utang luar negeri akhir November 2018 terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar 183,5 miliar dollar AS, serta utang swasta termasuk BUMN sebesar 189,3 miliar dollar AS.
Adapun porsi penggunaan tujuan utang luar negeri untuk keperluan investasi mengalami peningkatan sejak Mei 2018 hingga November 2018, dengan jumlah mencapai 63,08 miliar dollar AS.
Ekonom Universitas Indonesia Lana Soelistianingsih mengatakan peningkatan ULN yang ditopang oleh aliran dana investasi di pasar surat utang negara dinilai mengindikasikan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih baik pada tahun ini. Hal ini ditambah dengan prospek penguatan nilai tukar rupiah yang lebih baik pada triwulan I-2019.
“Pemerintah menerbitkan surat utang bukan hanya untuk kebutuhan pembiayaan, tetapi juga untuk mengendalikan kurs rupiah. Apalagi posisi yield cukup menarik saat itu untuk menarik investor asing,” ujar Lana saat dihubungi, Rabu (16/1/2019).
Menurut Lana, sektor jasa keuangan tetap akan mendominasi segmentasi penarikan utang luar negeri swasta. Hal ini diperkuat dengan adanya kebijakan otoritas jasa keuangan (OJK) yang melonggarkan aturan uang muka sebesar nol persen bagi pembelian rumah perdana, dengan syarat tertentu.
“Likuiditas di dalam negeri yang semakin ketat serta kondisi LDR (loan to deposit rasio/rasio pinjaman dibandingkan simpanan) yang semakin tinggi membuat perusahaan perbankan mencari pendanaan di luar negeri melalui berbagai instrumen,” ujar Lana.
Secara tahunan, ULN Indonesia pada akhir November 2018 tumbuh tujuh persen, meningkat dari bulan Oktober yang secara tahunan tumbuh 5,3 persen. Sementara rasio ULN terhadap PDB masih berada di kisaran 34 persen.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah, mengingatkan agar pemerintah tidak hanya fokus pada rasio ULN terhadap PDB. Rasio kemampuan membayar dalam valuta asing atau debt to service ratio (DSR) juga menurut dia perlu diperhatikan.
Berdasarkan data triwulan III-2018, rasio DSR Tier-2 yang berfungsi sebagai indikator kemampuan pembayaran utang secara tahunan berada pada posisi 54,34 persen. “Ditinjau dari DSR yang berada di atas batas aman 40 persen, posisi ULN bisa dikatakan tidak aman karena lebih dari separuh hasil ekspor habis untuk membayar pokok dan cicilan utang,” kata Piter
Hingga periode Desember 2018, Piter memproyeksi tren ULN Indonesia masih akan meningkat. Namun, peningkatan utang merupakan hal yang wajar dilakukan sebuah negara yang tengah mengejar pembangunan, dengan catatan pemerintah tetap harus memantau dan mengendalikan utang dengan baik.
Posisi ULN pemerintah pada akhir November 2018 meningkat 5,1 miliar dollar AS dibandingkan dengan posisi Oktober 2018. Sementara posisi ULN swasta pada akhir November 2018 bertambah 7,1 miliar dollar AS dari posisi pada akhir bulan sebelumnya, terutama didorong oleh neto pembelian surat utang korporasi oleh investor asing.