Tiga Kata Perlawanan dari Ramallah
Setiap perempuan Palestina harus berjuang dua kali untuk kemerdekaan negaranya dan dirinya. Yasmeen Mjalli (22) melakoni dua perjuangan itu melalui busana.
”Pendudukan merampas perasaan terkendali, maskulinitas yang akhirnya berdampak pada hak perempuan,” ujar lulusan sejarah seni itu.
Kampanye hak perempuan tidak bisa ditunda lagi. Perempuan Palestina sudah menderita setidaknya hingga tiga generasi.
Mjalli memulai kampanye setelah kembali ke Tepi Barat dari Amerika Serikat. Ia dan keluarganya memang menghabiskan bertahun-tahun di AS dan Mjalli tumbuh di sana sampai selepas kuliah. Di Tepi Barat, ia merasakan pengalaman tidak menyenangkan.
”Saya pernah mengalami hal, seperti komentar, tatapan yang membuat tidak nyaman, hal yang membuat Anda merasa sangat dilanggar haknya. Saya pernah diserang di jalan, orang menyentuh saya,” ujarnya seraya menambahkan tato di lengannya dibuat di tempat yang pernah disentuh itu.
Ia mengubah kemarahan atas keadaan itu menjadi energi kreatif yang disalurkan ke usaha busana. Ia membuat busana rancangan sendiri dan diberi merek BabyFist. Di sejumlah produknya, ia menorehkan ”Not Your Habibti” dalam bahasa Arab dan Inggris. Kata-kata itu dibordir di jaket hingga kantong dari katun. Usaha itu dimulai sejak 2017 dan kini sudah punya toko di Ramallah, ibu kota sementara Palestina.
Mjalli memandang produknya bagian dari pemberdayaan perempuan Palestina yang kerap dipandangi secara tidak patut di tempat umum. ”Saaat perempuan terkena terlalu banyak pelecehan di jalan, ia mulai berpakaian untuk melindungi dirinya, menutup diri, sehingga berlawanan dengan ekspresi diri,” ujarnya.
Selain tiga kata itu, ia juga punya rancangan lain. Di baju-baju BabyFist, ada pula gambar mawar yang disertai tulisan ”Every roses has its revolution”. Frasa itu mirip judul lagu pada dekade 1980-an, ”Every Rose Has Its Thorn” yang dibawakan Poison.
Mjalli tahu, busana rancangannya tidak akan menghentikan pelecehan. Akan tetapi, produknya akan menjadi pengingat bahwa ”Anda bagian dari sesuatu yang besar yang memberdayakan perempuan dan memberi kembali serta menantang semua keadaan di mana semua adalah korban,” ujarnya.
Tujuan dari usahanya adalah menciptakan komunitas. Menggunakan media sosial sebagai sarana penjualan, tempat kerja bebas di tokonya dan tempat umum di mana kadang ia membawa mesin ketik, dia menawarkan perempuan Palestina kebebasan untuk mengungkap perasaan serta menceritakan hal yang tidak dibagi di tempat lain.
Ia mendonasikan 10 persen dari penghasilannya untuk kelompok pemberdayaan perempuan setempat. Dengan dana itu, antara lain ada proyek untuk mengirim dokter dan relawan ke sekolah untuk mengajarkan para siswi soal menstruasi. Hal itu masih dianggap tabu di sana.
Ia mendonasikan 10 persen dari penghasilannya untuk kelompok pemberdayaan perempuan setempat.
Meski mengaku feminis, ia tidak merasa mendonasikan 10 persen dari penghasilannya untuk kelompok pemberdayaan perempuan setempat, bagian dari gerakan MeeToo. ”Saya tidak merasa terkait meski mengalami hal yang sama. (Gerakan) itu terlalu Amerika dan sangat (bias) feminis kulit putih, dan bukan itu yang kami kerjakan di sini,” ujarnya.
Perlawanan
Seluruh produk BabyFist dibuat di Palestina. Salah satunya di tempat Hassan Shehada di Gaza. Di sana, Shehada dan pekerja lain membordir ”Not Your Habibti” di jaket yang akan dijual di gerai Mjalli. ”Saya bangga perempuan memakai hasil kerja saya dan saya sangat bangga (produk) dipasangi Buatan Palestina,” ujarnya.
Dalam tiga bulan terakhir, dia sudah membuat 1.500 helai untuk BabyFist. Pesanan BabyFist adalah angin segar bagi usaha Shehada di Gaza yang diblokade Israel. Blokade membuat pengangguran amat tinggi di sana. ”Bekerja dengan BabyFist membawa harapan lagi kepada saya,” ujarnya seraya berharap produk-produk itu bisa diekspor ke Eropa.
Bekerja di Gaza tentu berbiaya mahal. Pembatasan Israel membuat jaket-jaket itu bisa tertahan berminggu-minggu saat perbatasan ditutup karena unjuk rasa atau kericuhan di pagar perbatasan. ”Perbatasan ditutup dan kami tidak bisa membuat apa pun keluar atau masuk. Ini pertarungan terus-menerus,” kata Mjalli.
Tantangan lain bagi usahanya adalah ketidaksetujuan dari kelompok konservatif. Produknya dinilai memprovokasi. Ada pula pihak yang memercayai perlawasan terhadap pendudukan Israel satu-satunya kampanye umum yang sah. (AFP)