PALU, KOMPAS — Pemerintah berjanji segera mengucurkan santunan bagi korban meninggal dan stimulan bagi rumah penyintas yang rusak akibat gempa bumi pada 28 September 2018 di Sulawesi Tengah. Untuk memastikan jumlah penerima, pemerintah masih mengakomodasi perubahan data bencana.
Gempa bumi berkekuatan M 7,4 melanda Donggala, Palu, dan Sigi pada 28 September 2018. Gempa itu disertai tsunami dan likuefaksi. Bencana tersebut menelan 2.657 jiwa dan menyebabkan 667 orang hilang. Hingga kini, kawasan terdampak gempa masih dalam proses pemulihan.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Letnan Jenderal Doni Monardo, seusai rapat koordinasi kebencanaan di Palu, Sulteng, Kamis (17/1/2019), mengatakan, proses pencairan dana santunan dan stimulan diusahakan turun secepatnya.
Doni tak menyebut kepastian waktu pencairannya. Ia hanya berjanji setelah kembali ke Jakarta usulan dana santunan dan stimulan disampaikan kepada yang berwenang. Doni pun menunjuk dokumen yang berisi data kebencanaan. Data itu telah ditandatangani Gubernur Sulteng Longki Djanggola. Data tersebut segera diproses di Jakarta.
Pada 8 Januari 2019, Longki telah menetapkan data bencana. Korban meninggal tercatat 2.657 jiwa dan hilang 667 jiwa. Rumah rusak ringan, sedang, berat, dan hilang sebanyak 88.852 unit.
Korban terbanyak ada di Kota Palu. Sebanyak 2.142 orang meninggal dan 532 hilang. Sisanya tersebar di Kabupaten Sigi, Donggala, dan Parigi Moutong. Palu juga rusak masif dengan total 42.864 rumah rusak.
Longki mengusulkan dana santunan diberikan kepada ahli waris korban yang meninggal dunia. Besarannya Rp 15 juta per jiwa. Rumah penyintas yang rusak juga mendapatkan bantuan senilai Rp 50 juta untuk kategori rusak berat, Rp 25 juta untuk rusak sedang, dan Rp 10 juta untuk rusak ringan. Bantuan itu diberikan dengan catatan rumah penyintas tidak berada di zona terlarang likuefaksi dan tsunami.
Asman (45), penyintas likuefaksi di Kelurahan Petobo, sudah mengurus akta kematian untuk tiga anggota keluarganya yang meninggal. Ia berharap dana itu segera dicairkan dan penyalurannya tepat sasaran.
Data bisa berubah
Longki menyatakan, data kebencanaan yang telah ditetapkan dan diserahkan kepada pemerintah pusat bisa berubah berdasarkan perkembangan di lapangan. Perubahan itu mengakomodasi data rumah penyintas yang rusak dan korban meninggal yang belum tercakup dalam daftar.
”Kalau memang masih bisa berubah di tingkat kabupaten/kota, silakan (disesuaikan). Atas perubahan itu saya masih bisa mengubah data lagi. Artinya, data masih bergerak dan tidak ada data yang harga mati sepanjang itu bisa dipertanggungjawabkan. Yang pasti data itu harus by name, by adress,” ucapnya.
Bupati Sigi Irwan Lapatta serta Kepala Bidang Data dan Informasi Badan Perencanaan Pembangunan Kota Palu Ibnu Mundzir menyatakan, pihaknya tetap membuka kesempatan untuk pendaftaran susulan. Namun, mereka tidak menyebutkan sampai kapan kesempatan itu dibuka.