Kasus demam berdarah dengue mulai merebak. Warga diimbau membasmi sarang nyamuk. Tanpa peran serta masyarakat, kasus demam berdarah dengue akan berulang tiap tahun.
KEDIRI, KOMPAS— Jumlah kasus dan kematian akibat demam berdarah dengue di sejumlah daerah meningkat. Untuk mencegah dan mengatasi, masyarakat diimbau membasmi tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti melalui pemberantasan sarang nyamuk.
Sejak awal Januari hingga Rabu (16/1/2019), di Kabupaten Kediri, Jawa Timur, ada 232 kasus demam berdarah dengue (DBD). Rinciannya, 102 kasus positif DBD dan 130 kasus terduga (suspect). Sembilan orang di antaranya meninggal dunia.
Di Kabupaten Blitar, ada 35 kasus DBD, tetapi tidak ada korban jiwa. Adapun di Kabupaten Madiun ada 46 kasus, 2 orang di antaranya meninggal.
Kabupaten Sragen di Jawa Tengah pada Selasa (15/1) telah menetapkan DBD sebagai kejadian luar biasa (KLB) karena ada 111 kasus DBD dengan 2 orang meninggal. Padahal, Januari 2018 hanya ada 12 kasus.
Kepala Seksi Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri Nur Munawaroh, Rabu, mengatakan, meski kasus meningkat, pihaknya belum menyatakan KLB.
Menurut Nur, lonjakan kasus DBD biasa terjadi pada Januari seiring dengan puncak musim hujan. Pada Januari 2017, ada 115 kasus DBD dan 151 kasus pada 2018. ”Peningkatan angka DBD tahun ini ada kaitan dengan siklus tiga tahunan. Karena itu, kami minta masyarakat waspada,” ucapnya.
Sejak pertengahan tahun lalu, Dinkes Kediri menyosialisasikan kewaspadaan terhadap DBD kepada para camat.
”Kami tekankan upaya pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Masyarakat terkadang menganggap enteng imbauan itu. Mereka baru ribut kalau ada kejadian. Pengasapan hanya dilakukan di daerah yang terindikasi ada penyebaran DBD,” tuturnya.
PSN dilakukan dengan menutup, menguras, mengubur (3M) tempat air, termasuk bak air, vas bunga, penampung air kulkas, talang air, cekungan daun, serta benda yang bisa menampung air hujan.
Hal senada dikatakan Kepala Bidang Pencegahan Penyakit dan Upaya Kesehatan Dinkes Kabupaten Madiun Agung Tri Widodo. Penyebab utama merebaknya kasus DBD adalah musim hujan. Hal itu diperparah perilaku masyarakat yang kurang menjaga lingkungan sehingga banyak tempat berpotensi menjadi sarang nyamuk.
”Dinkes terus menyosialisasikan agar warga segera melakukan kegiatan PSN dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat,” kata Agung.
Posko penanganan
Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati yang juga seorang dokter menyatakan, Dinkes Sragen telah membentuk posko penanganan DBD. Pekan depan, Pemkab Sragen menggelar rapat koordinasi petugas kesehatan dan para pemangku kepentingan untuk bersama-sama menangani KLB DBD. Yuni juga terjun langsung memberi penyuluhan pencegahan penyebaran DBD.
Di sisi lain, Sekretaris Dinkes Solo Purwanti menyatakan, kasus DBD telah turun secara signifikan di wilayahnya. ”Sampai saat ini, belum ada laporan kasus DBD di Solo. Namun, kami mewaspadai mengingat daerah di sekitar Solo sudah ada kasus DBD,” katanya, Rabu.
Pada 2016, di Solo terdapat 751 kasus DBD. Pada 2017 turun menjadi 146 kasus dan pada 2018 turun lagi hanya 24 kasus. Penurunan kasus DBD antara lain karena sejak 2017 pihaknya mengimplementasikan gerakan satu rumah satu juru pemantau jentik. (WER/NIK/RWN)