JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah Indonesia dan maskapai Lion Air digugat karena dinilai abai dalam menjaga keselamatan konsumen. Penggugat meminta pemerintah mencabut Sertifikat Keandalan Operasional Pesawat Udara Lion Air.
Hermawanto, sang penggugat, diwakili tim pengacara yaitu Tim Advokasi Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (TAKKP), sudah mendaftarkan perkaranya melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (17/11/2019) siang. Berkas perkara telah terdaftar dengan nomor 36/PDT.GB/2019/PN.JKT.PST.
Salah satu anggota TAKKP Edy Kurniya Djati mengatakan, gugatan tersebut ditujukan kepada Presiden RI, Wakil Presiden RI, Menteri Perhubungan, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan sebagai para tergugat dan PT Lion Mentari Airlines sebagai turut tergugat.
Edy menuturkan, pihak tergugat dinilai melakukan tindakan melawan hukum. Perbuatan tersebut berupa kelalaian dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya untuk mengawasi serta menjamin keselamatan penyelenggaraan penerbangan di Indonesia.
Hermawanto juga mengemukakan pemerintah selaku pengawas dinilai tidak tegas dalam menindak berbagai pelanggaran yang dilakukan Lion Air, mulai dari penundaan waktu keberangkatan hingga kecelakaan pesawat.
"Akibatnya, rekam jejak dan citra dunia penerbangan Indonesia di mata dunia menjadi sangat negatif," lanjut Hermawan.
Dalam tuntutannya, mereka meminta pemerintah untuk mencabut Sertifikat Keandalan Operasional Pesawat Udara milik Lion Air. Selain itu, pemerintah, dalam hal ini Menteri Perhubungan dan Direktur Jenderal Perhubungan Udara, harus melakukan upaya nyata dalam perbaikan standar keamanan dan keselamatan penerbangan untuk mencegah kecelakaan serupa kembali terjadi.
Edy juga menambahkan, keputusan memasukkan nama Lion Air sebagai satu-satunya maskapai yang digugat bukan dimaksudkan sebagai tebang pilih. Mereka mengacu pada data-data yang telah dikumpulkan.
"Kami menggunakan kasus itu juga sebagai entry point. Harapannya, dari gugatan ini akan muncul kesadaran pemerintah untuk memperketat regulasi penerbangan kepada maskapai lain," tambah Edy.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Polana B Pramesti mengatakan, pihaknya telah melaksanakan segala sesuatunya sesuai regulasi yang berlaku.
Selain itu, Kemenhub telah meningkatkan fungsi pengawasan terhadap keselamatan penyelenggaraan penerbangan di Indonesia, salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan meningkatkan frekuensi uji kelaikan pesawat (ramp check)
"Di masa libur natal dan tahun baru kemarin, kami melakukan sekitar 1.000 uji kelaikan terhadap 540 pesawat," katanya.
Ia melanjutkan, Kemenhub juga telah memberikan surat edaran kepada seluruh operator penerbangan untuk melaksanakan kewajibannya sesuai dengan regulasi di lapangan. Bila ditemukan pelanggaran atau ketidaklaikan, maka pesawat tersebut akan diberikan status AOG (Aircraft On Ground).
AOG merupakan sebutan untuk pesawat yang tidak diberangkatkan karena alasan teknis. kalau ditemukan pelanggaran atau ketidaklaikan pesawat maka pesawat bersangkutan akan mendapat status AOG.
"Kami juga telah melakukan rapat dengan Lion Air minggu lalu," ungkap Polana.
Adapun soal pencabutan Sertifikat Keandalan Operasional Pesawat Udara, pihaknya belum akan melakukan hal tersebut. Fokus Kemenhub saat ini adalah menunggu hasil analisa Flight Data Recorder (FDR) dan Cockpit Voice Recorder (CVR) oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk mencari penyebab jelas kecelakaan Oktober 2018.
Saat dihubungi, Corporate Communications Strategic Lion Air Danang Mandala Prihantoro mengatakan, pihaknya akan memberikan informasi bila sudah ada perkembangan soal perkara ini.