Kerusuhan Penertiban PKL Diduga Dimotori Preman
JAKARTA, KOMPAS — Tiga orang diduga menjadi provokator dalam kerusuhan penertiban pedagang kaki lima di Tanah Abang, Jakarta Pusat. Kerusuhan itu diduga dimotori preman yang menguasai trotoar di pusat perdagangan terbesar Jakarta itu.
Kerusuhan akibat penertiban pedagang kaki lima (PKL) terjadi tepatnya di tikungan antara Jalan Jati Baru Raya dan Jalan Warung Jati di depan Pasar Blok G, Kamis (17/1/2019) sekitar pukul 11.45. Massa yang terdiri atas sekitar 50 orang melimpari kendaraan operasional satuan polisi pamong praja yang akan mengangkut gerobak yang ditaruh di jalan.
”Posisi gerobak di jalan raya, bukan di trotoar lagi. Jadi mau diangkut karena ganggu lalu lintas. Tiba-tiba ada massa ini melempari batu ke mobil,” kata Wakil Wali Kota Jakarta Pusat Irwandi.
Menurut Irwandi, kejadian itu diduga dimotori para preman yang menguasai trotoar di sana. Sebab, selama ini karakter PKL di Tanah Abang masih bisa diajak berkomunikasi tanpa kekerasan.
Seperti sudah diberitakan, Irwandi mengatakan, ada jalinan preman dan PKL yang menyuburkan okupasi trotoar di Tanah Abang. Preman memberi jaminan kepada para PKL, sementara PKL memberi uang kepada mereka.
Jalinan ini juga membuat para PKL baru terus berdatangan setiap kali ada ruang yang dikosongkan. Tak lama setelah pemindahan 446 PKL dari Jalan Jati Baru Raya ke jembatan penyeberangan multiguna (JPM) Tanah Abang, trotoar yang sudah dikosongkan kembali terisi PKL baru yang didatangkan dari luar kawasan.
Sejak pemindahan para PKL ke JPM Tanah Abang, satpol PP terus diturunkan untuk menjaga trotoar tetap bebas okupasi. Sehari, kata Irwandi, satpol PP turun 2-3 kali sehari. Namun, PKL kembali lagi. ”Kejadian ini puncak dari rangkaian penertiban itu. Mungkin preman di sana makin resah karena satpol PP terus turun,” katanya.
Kapolsek Metro Tanah Abang Ajun Komisaris Besar Lukman Cahyono mengatakan, tiga orang ditangkap dalam kejadian itu. Beberapa saksi melihat ketiganya melempari kendaraan operasional satpol PP.
Belum diketahui, apakah ketiganya PKL atau bukan. ”Kami masih meminta keterangan tiga orang itu,” katanya.
Lukman mengatakan, aksi premanisme sudah sering dilaporkan di sana, mulai dari pemalakan ke pedagang hingga sopir angkutan.
Menurut Lukman, dari keterangan ketiganya, tak menutup kemungkinan ada tersangka lain, bahkan bisa mengarah ke pembongkaran jaringan preman di sana.
Pekan lalu, Kepolisian Resor Jakarta Pusat menangkap 42 orang diduga preman dalam operasi preman di Tanah Abang. Namun, sebagian besar yang tertangkap baru pengamen dan orang tanpa kartu identitas dan membawa senjata tajam.
Apabila bukti memenuhi, ketiga orang yang ditangkap itu bisa dijeral Pasal 170 KUHP tentang melakuka kekerasan bersama-sama. ”Perlu ada tindakan tegas supaya juga jadi efek jera kepada yang lain. Tindakan premanisme sudah tak bisa ditolerir,” ujar Lukman.
Ke depan, Pemerintah Kota Jakarta Pusat juga akan memangil lurah serta ketua RT dan RW terkait kejadian ini. Para tokoh masyarakat itu diharap mendekati warganya untuk tidak melakukan aksi premanisme.
Premanisme di Tanah Abang dinilai merugikan publik Tanah Abang dan warga Jakarta secara luas karena menyuburkan okupasi fasilitas umum. Selain langkah pendekatan persuasif, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga perlu meningkatkan ketegasan.