Penerjemahan Karya Sastra Perlu untuk Jangkau Pembaca Asing
Oleh
Emilius Caesar Alexey
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Karya sastra dari Indonesia belum banyak diminati oleh pembaca di negara-negara lain. Hal itu disebabkan oleh sedikitnya penerjemahan karya sastra Indonesia ke bahasa asing.
Fenomena itu mencuat dalam diskusi Women in Translation di Toko Buku Gramedia di Jakarta, Kamis (17/1/2019). Menurut data yang dirilis Komite Buku Nasional (KBN), saat ini buku-buku dengan kategori fiksi menduduki 28,3 persen dari bagian penjualan hak cipta terjemahan buku-buku karya penulis Indonesia di dunia.
Penulis Ratih Kumala mengatakan, penerjemahan karya sastra ke dalam bahasa Inggris membuat karya berpeluang lebih besar dibaca oleh orang di banyak negara.
Ratih mengatakan, karya sastra Indonesia bisa dinilai oleh publik sastra dunia jika diterjemahkan. ”Setidaknya orang asing bisa membaca karya sastra Indonesia. Tulisan sebaik apa pun jika tidak diterjemahkan ke bahasa asing, kemungkinannya sangat kecil sekali dibaca orang lain, selain orang Indonesia,” kata Ratih.
Di dalam diskusi itu, buku Ratih yang dibahas adalah Potion of Twilight yang merupakan terjemahan bahasa Inggris dari novel berjudul Larutan Senja. Buku itu diterjemahkan oleh Soe Tjen Marching, seorang pengajar di SOAS University.
Dalam penerjemahan, Ratih kerap berdiskusi panjang dengan sang penerjemah. Ada beberapa kata, frasa, dan kalimat yang sulit ditemukan padanannya di dalam bahasa Inggris. Meski hasil terjemahan akhirnya tidak sama persis dengan bahasa asal, Ratih tetap memilih karyanya diterjemahkan.
”Saya lebih memilih tulisan saya diterjemahkan ke bahasa asing meskipun ada beberapa bagian yang artinya berkurang atau bertambah. Hanya itu satu-satunya cara untuk menjumpai pembaca lebih luas,” kata Ratih.
Hadir juga dalam diskusi tersebut penulis Djenar Maesa Ayu. Berdasarkan pengalaman Djenar, penerjemahan karya sastra butuh penerjemah yang cocok dengan dirinya. Sebab, ia kerap menulis tidak sesuai dengan gramatika bahasa Indonesia.
”Bahasa itu soal rasa. Meskipun aku tidak piawai dalam bahasa Inggris, ketika membaca karya terjemahan karya saya yang kurang pas, itu terasa,” kata Djenar.
Untuk itu, Djenar sempat menolak beberapa penerjemah untuk menerjemahkan novelnya yang berjudul Nayla. Sebab, ada banyak hal yang perlu didiskusikan dalam menerjemahkan tulisan. (SUCIPTO)