JAKARTA, KOMPAS Jumlah penduduk miskin di sejumlah provinsi pada September 2018 tercatat naik dibandingkan dengan Maret 2018. Turunnya harga serta lesunya ekspor komoditas dinilai turut menjadi pemicu. Kondisi itu perlu diantisipasi dengan memperkuat perlindungan sosial dan pemberdayaan untuk menghasilkan produk bernilai tambah.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang PS Brodjonegoro seusai rapat bersama Komisi XI DPR di Jakarta, Rabu (16/1/2019), mengatakan, ketergantungan pada komoditas mentah menjadi salah satu penyebab jumlah penduduk miskin di suatu daerah meningkat. Penanggulangannya dimulai dari pelayanan dasar, lalu ke perlindungan sosial.
Ada lima strategi penanggulangan kemiskinan yang ditempuh pemerintah tahun ini, yakni peningkatan indeks bantuan Program Keluarga Harapan bagi 10 juta keluarga penerima manfaat, bantuan pangan nontunai bagi 15,6 juta keluarga, bantuan pendidikan bagi 20,1 juta anak usia sekolah, perluasan bantuan iuran kesehatan bagi 96,8 juta jiwa, dan integrasi data agar subsidi energi tepat sasaran.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka kemiskinan di Indonesia turun dari 10,12 persen pada September 2017 menjadi 9,66 persen pada September 2018. Jumlah penduduk miskin pun berkurang 910.000 orang pada kurun waktu yang sama.
Penurunan angka kemiskinan antara lain ditopang kenaikan upah riil buruh tani, kenaikan nilai tukar petani, serta inflasi umum yang terjaga rendah, yakni 0,94 persen. Namun, jumlah penduduk miskin di beberapa provinsi meningkat, yaitu Sumatera Selatan, Bengkulu, Banten, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat, dan Maluku Utara.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, daerah di luar Jawa, terutama Sumatera dan bagian timur Indonesia, sangat bergantung pada ekspor komoditas. Penurunan permintaan dan harga komoditas mesti diwaspadai. Sebab, rendahnya pertumbuhan ekonomi bisa memengaruhi tingkat kemiskinan dan pengangguran.
Desa miskin
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menambahkan, mulai tahun 2019, formula pembagian dana desa diubah agar lebih efektif mengentaskan rakyat miskin. Dari alokasi dana desa Rp 70 triliun, sekitar 25 persen akan diberikan kepada desa dengan jumlah penduduk miskin tinggi. Porsi khusus desa berpenduduk miskin ini meningkat dari 20 persen tahun 2018 menjadi 25 persen tahun ini.
Penyaluran dana perlindungan sosial juga meningkat sejak 2015. Pada APBN 2019, alokasi perlindungan sosial Rp 385,2 triliun, antara lain untuk bantuan Program Keluarga Harapan, perluasan cakupan penerima bantuan iuran jaminan kesehatan, bantuan pangan nontunai, serta subsidi bunga kredit UKM dan perumahan.
Menurut Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita, Program Keluarga Harapan signifikan menurunkan angka kemiskinan secara nasional. Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Harry Hikmat menambahkan, bantuan diberikan sesuai dengan beban tanggungan keluarga. (KRN/SON/DIM)