Tiga Daerah di Aceh Belum Penuhi Standar Pelayanan
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS - Kabupaten Bireuen, Kota Sabang, dan Kota Lhokseumawe di Provinsi Aceh belum memenuhi standar pelayanan publik seperti yang diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Padahal, pelayanan publik termasuk kebutuhan dasar bagi warga.
Pada 2018, Ombudsman Provinsi Aceh melakukan survei kepatuhan standar pelayanan publik terhadap delapan kabupaten/kota dan tingkat provinsi. Hasilnya, tiga daerah tersebut tidak memenuhi standar pelayanan atau masuk kategori kuning dengan nilai 51-80.
Sementara, Kabupaten Aceh Besar, Aceh Barat, Bener Meriah, Aceh Barat Daya, Langsa, dan Provinsi Aceh telah memenuhi standar atau kategori hijau dengan nilai 81-100. Adapun sisa 16 kabupaten/kota lainnya akan disurvei pada 2019.
Kepala Ombudsman Aceh Taqwaddin, dalam konferensi pers pemaparan kinerja Ombudsman 2018 di Banda Aceh, Kamis (17/1/2019), mengatakan, hasil survei menunjukkan pelayanan publik belum sepenuhnya baik. “Misalnya, pelayanan di rumah sakit, kadang ada dokter tidak ada obat dan sebagian daerah pelayanan perizinan belum satu pintu,” kata Taqwaddin.
Faktanya, beberapa daerah tidak menyusun standar pelayanan, salah satunya, tidak membuat jangka waktu penyelesaian pengurusan perizinan.
Taqwaddin menuturkan, indikator survei menggunakan acuan yang diatur dalam UU No 25/2009 tentang Pelayanan Publik. Beberapa indikator adalah sistem pelayanan harus mudah, produk layanan, persyaratan, tarif, mekanisme, jangka waktu penyelesaian, dan sarana prasarana harus memadai.
Faktanya, kata Taqwaddin, beberapa daerah tidak menyusun standar pelayanan, salah satunya, tidak membuat jangka waktu penyelesaian pengurusan perizinan. Akibatnya, tidak ada kepastian waktu bagi warga saat mengurus surat tersebut. Begitu juga dengan penentuan tarif yang tidak dipampang di ruangan sehingga memberi ruang bagi petugas untuk memungut tarif di luar ketentuan.
“Sarana dan prasarana juga belum sepenuhnya ramah difabel dan perempuan. Kami mendorong pemerintah kabupaten/kota agar membenahi,” kata Taqwaddin.
Dihubungi terpisah, Wakil Bupati Bireuen Muzakkar A Gani mengakui, pelayanan publik di Bireuen belum sepenuhnya baik. Kata Muzakkar, sarana dan prasarana kantor belum memadai dan pelayanan perizinan belum disatukan satu pintu.
Muzakkar menuturkan, perbaikan pelayanan publik menjadi salah visi selama kepemimpinan mereka hingga 2022 nanti. “Kami akan mengubah organisasi perangkat daerah agar standar minimal terpenuhi. Saya optimistis tahun depan posisi kami sudah hijau,” kata Muzakkar.
Kapala Bagian Humas Sabang Bahrul Fikri mengatakan, pihaknya belum mendapatkan laporan resmi dari Ombudsman Aceh terkait hasil survei tersebut sehingga dia belum bisa memberikan penjelasan terkait hal itu. Meski demikian, kata Bahrul, Pemkot Sabang terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Selama 2018, Ombudsman Aceh menerima 135 aduan. Sebanyak 57 aduan mampu diselesaikan sedangkan 78 aduan masih dalam penyelesaian. Pemkab/pemkot merupakan pihak yang paling banyak diadukan, yakni sebanyak 61 aduan, menyusul pemerintah provinsi (19 aduan), dan lembaga vertikal (12 aduan).
Persoalan yang paling banyak diadukan adalah kepegawaian, kesejahteraan sosial, pendidikan, dan pertanahan.