AS Hendak Pasang Pendeteksi Rudal Hipersonik di Luar Angkasa
PENTAGON, JUMAT — Amerika Serikat tengah mengembangkan sistem pertahanan peluru kendali baru berbasis antariksa, termasuk deteksi rudal hipersonik. Empat negara menjadi ancaman serius, yakni Korea Utara, Iran, Rusia, dan China, tetapi Korut dinilai sebagai ”ancaman luar biasa”.
Rusia dan China mulai menerapkan teknologi hipersonik dalam sistem persenjataannya. Peluru kendali hipersonik lebih sulit untuk dilacak dan dideteksi. Itu sebabnya AS memandang penting untuk mengembangkan sistem pertahanan berteknologi canggih hipersonik di luar angkasa.
Presiden AS Donald Trump mengumumkan strategi baru Pemerintah AS itu, untuk melaksanakan enam perubahan dalam kebijakan pertahanan rudal, dalam pidatonya di Pentagon, Arlington, Virginia, Kamis (17/1/2019) waktu setempat.
”Kami akan fokus mengembangkan teknologi baru. Dunia sedang berubah dan kita harus berubah lebih cepat dari mereka. Kami akan menjadikan dunia antariksa sebagai wilayah perang baru,” kata Trump.
Menurut Trump, AS masih belum memiliki strategi yang memadai dalam pertahanan rudalnya, terutama di luar rudal balistik. ”AS akan menyesuaikan sistem pertahanannya terhadap semua serangan rudal, termasuk rudal hipersonik,” ucap Trump.
”Tujuan kami sederhana, yakni untuk memastikan kami dapat mendeteksi dan menghancurkan rudal yang diluncurkan ke arah Amerika Serikat, di mana saja, kapan saja, di tempat mana pun,” kata Trump.
Rudal balistik sudah cukup lama digunakan dan pertama kali digunakan saat Perang Dunia II. Arah rudal balistik hanya dapat dikendalikan dalam tahap peluncuran. Arahnya juga dipengaruhi oleh gaya gravitasi ke bumi.
Menteri Pertahanan AS Patrick M Shanahan mengatakan, rudal hipersonik, yang dikembangkan oleh negara lain, seperti Rusia dan China, lebih sulit diamati, dilihat, dilacak, dan dikalahkan. Untuk melindungi dari ancaman serangan rudal-rudal itu, AS akan mengembangkan semacam lapisan sensor di luar angkasa yang bisa mendeteksi rudal hipersonik yang diluncurkan musuhnya.
Rudal hipersonik dikenal dapat terbang di ketinggian yang rendah, lebih cepat dari kecepatan suara, dan mampu mengubah arahnya. Rudal itu tidak mengikuti jalur balistik sehingga lebih sulit untuk dilacak.
Pada 26 Desember 2018, Presiden Rusia Vladimir Putin menyaksikan peluncuran uji coba senjata baru bernama Avangard. Senjata itu berupa kendaraan hipersonik yang dapat terbang 20 kali lebih cepat dibandingkan kecepatan suara dan menghindari deteksi dari sistem pertahanan rudal. Kendaraan itu dapat menempuh jarak antarbenua.
Sukses besar
Dalam sesi uji coba saat itu, Avangard diluncurkan dari pangkalan rudal Dombarovskiy di Pegunungan Ural Selatan. Kremlin mengklaim Avangard berhasil mencapai target yang ditentukan di sebuah tempat uji rudal di Krai Kamchatka, bagian timur jauh Rusia. Total jarak yang ditempuh sekitar 6.000 kilometer.
Putin menyampaikan bahwa uji coba itu merupakan sukses besar dan sebuah kado tahun baru luar biasa kepada bangsa, seperti diberitakan Military Times.
Bulan lalu, Russian Today, Selasa (18/12/2018), melaporkan, AS bakal tak bisa melindungi diri dari senjata hipersonik yang dikembangkan China dan Rusia.
Dalam laporan Kantor Akuntabilitas Pemerintah (GAO) AS disebutkan, China dan Rusia mengembangkan senjata hipersonik karena kecepatan, ketinggian, dan manuvernya bisa mengalahkan sistem pertahanan apa pun.
”Senjata itu bisa membawa hulu ledak konvensional ataupun nuklir. Saat ini, tidak ada yang bisa menandinginya,” ulas studi dari GAO, seperti ditulis media Rusia tersebut.
Diberitakan Fox News, studi itu juga menekankan ancaman keamanan AS melalui senjata anti-satelit ataupun jet tempur siluman China serta Rusia. Jet tempur siluman itu, ulas GAO, bisa terbang lebih cepat, membawa senjata lebih canggih, dan menempuh jarak yang lebih jauh.
Kementerian Pertahanan AS menanggapi laporan GAO dengan menyebutnya akurat dan mengembangkan tantangan AS menghadapi ancaman yang muncul.
Awal tahun 2018, militer Rusia mengonfirmasi telah sukses melaksanakan uji coba senjata hipersonik yang bisa membawa hulu ledak nuklir dan menyelinap di antara pertahanan musuh.
Michael D Griffin, ahli fisika yang juga Wakil Menteri Pertahanan AS bidang Penelitian dan Teknik, menyampaikan, pengembangan jaringan deteksi rudal di luar angkasa merupakan kunci untuk bisa mendeteksi rudal hipersonik yang bergerak sangat cepat. Pentagon akan mempelajari seberapa banyak dan di mana sistem deteksi itu diperlukan.
Deteksi rudal
Menurut dia, rencana itu cukup terjangkau secara finansial dan akan termasuk dalam anggaran yang diusulkan pada 2020. Sistem deteksi rudal berbasis angkasa itu diperkirakan beroperasi pada akhir 2020. Studinya diperkirakan mulai dalam beberapa bulan mendatang.
Sementara itu, Senator Edward Markey asal Massachusetts dari Partai Demokratik menyampaikan kekhawatirannya atas rencana itu dan menyebut rencana itu ”sekuel Star Wars yang buruk”.
”Benar bahwa ancaman serangan rudal yang dihadapi AS kini berbeda. Namun, jawabannya bukan membangun semacam tembok di luar angkasa. Terburu-buru menjadikan luar angkasa sebagai ruang senjata itu tidak efektif, mahal, dan berbahaya,” tutur Markey.
Seorang legislator senior Rusia, Viktor Bondarev, yang berbicara tak lama setelah pidato Trump di Pentagon, Kamis, mengatakan, strategi pertahanan baru AS tersebut akan meningkatkan ketegangan global.
Strategi pertahanan baru AS ini bisa dinilai bertolak belakang dengan upayanya yang sedang membujuk Korut untuk menyingkirkan senjata nuklir. Pada Jumat (18/1/2019) waktu setempat, seorang utusan senior Korut, Kim Yong Cho, dijadwalkan bertemu Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo di Washington DC.
Trump tidak menyebut ancaman rudal Korut dalam sambutannya. Namun, Menteri Pertahanan AS Patrick Shanahan menyebut rudal Korea Utara sebagai ”keprihatinan yang serius”.
”Sekalipun ada kemungkinan jalan baru menuju perdamaian dengan Korea Utara saat ini, negara itu terus menjadi ancaman yang luar biasa dan Amerika Serikat harus tetap waspada,” kata laporan Pentagon bertajuk ”Kajian Pertahanan Rudal 2019”.
Shanahan menganggap bahwa rudal dari Korut masih merupakan ancaman yang signifikan. Padahal, pada Juni 2018, Trump menyampaikan, ”sudah tidak ada lagi ancaman nuklir dari Korea Utara”.
Selain mengembangkan jaringan deteksi di luar angkasa, Trump menyatakan, AS juga akan menambah 20 rudal pencegat berbasis darat di Fort Greely, fasilitas militer di Alaska, beserta dengan radar dan sensor baru lainnya.
”Kami berkomitmen untuk membangun program perlindungan rudal yang bisa melindungi semua kota di AS,” ujar Trump. (AP/AFP/REUTERS)